Selasa 18 Feb 2014 11:11 WIB

Penyadapan Telepon, Bukan Perkara Sulit Kok

Taufik rachman
Taufik rachman

REPUBLIKA.CO.ID, Edward Snowden kembali melempar bola panas. Seperti dukutip Guardian, Snowden mengungkap adanya penyadapan pembicaraan antara seorang pejabat Indonesia dengan Firma Hukum Amerika Serikat, Mayer Brown. Mayer Brown merupakan penasehat hukum pemerintah Indonesia untuk sengketa dengan AS terkait rokok kretek dan udang.

Belum ada rincian mengenai lokasi penyadapan. Apakah terjadi di Indonesia atau di Amerika Serikat. Apakah penyadapan dilakukan terhadap pejabat Indonesia atau firma hukum Mayer Brown. Patut diduga, penyadapan dilakukan secara paralel baik di Indonesia maupun Amerika Serikat saat peristiwa itu terjadi. Namun tidak tertutup kemungkinan penyadapan hanya dilakukan di Indonesia, dalam hal ini ASD menyadap telepon pejabat Indonesia tadi.

Terungkapnya kasus penyadapan tak urung mengundang reaksi, baik dari pemerintah Indonesia, Australia maupun Amerika Serikat. Pasalnya, korban dari penyadapan adalah pemerintah Indonesia. Pelaku penyadapan adalah Badan Intelijen Australia, Australia Signal Direcrorat (ASD). Selanjutnya ASD melaporkan hasil sadapan itu ke National Security Agency (NSA). Badan intelijen AS inipun memberi lampu hijau kepada ASD untuk meneruskan penyadapan dan melaporkan hasilnya.

Muncul pertanyaan mengapa ASD melakukan penyadapan? Bukankah tidak ada kepentingan Australia dalam kasus ini. Apakah ASD memang gemar melakukan penyadapan terhadap seluruh aktivitas komunikasi pejabat Indonesia, dan kemudian membagikan hasil sadapan kepada mitra-mitranya. Atau ada motif lain dibalik kasus itu. Misalnya bisnis informasi rahasia.

Dari sisi intelijen, apa yang dilakukan ASD wajar-wajar saja. Sudah menjadi tugas intel untuk memgawasi, memata-matai hingga mengetahui pembicaraan yang dilakukan target. Dikalangan intelijen,  men-share temuan mereke ke sesama komunitas intelijen boleh jadi merupakan hal yang biasa dilakukan. Apalagi ASD dan NSA memang memiliki kerja sama intelijen yang baik.

Dari sisi pemerintah Indonesia, apa yang dilakukan ASD merugikan. Karena apa yang akan dilakukan pemerintah Indonesia terkait sengketa dagang dengan AS telah diketahui sejak dini. Dengan informasi yang dimilikinya itu, pemerintah AS bisa menerapkan berbagai strategi untuk mengalahkan pemerintah Indonesia.

Lantas apakah dengan bobolnya pembicaraan antara pejabat Indonesia dengan firma hukum Mayer Brown, menggambarkan bahwa sistem telekomunikasi kita rentan penyadapan atau mudah sekali disadap. Apalagi kasus serupa sudah sering terjadi. Telepon memang rentan disadap. Sejauh ini belum ada sistem yang nmampu menangkal penyadapan telepon.

Bukan hanya lembaga intelijen seperti ASD dan NSA yang memiliki kemampuan menyadap. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga memiliki sistem penyadapan yang canggih. Sistem serupa dimiliki lembaga resmi pemerintah seperti intelijen atau polisi. Penyadapan bisa dilakukan tanpa melibatkan operator atau diluar jaringan operator.

Seperti pernah diungkapkan President Director XL Axiata, Hasnul Suhaimi, penyadapan kemungkinan besar dilakukan saat koneksi dari ponsel menuju base transceiver system (BTS) terjadi.  BTS adalah perangkat dalam suatu jaringan telekomunikasi seluler yang menghubungkan jaringan suatu operator telekomunikasi dengan pelanggannya. Secara teknis, penyadapan dari ponsel ke BTS juga tidak mudah. Ia bisa dilakukan apabila seseorang menaruh sesuatu di ponsel.

Tidak tertutup kemungkinan pelaku melakukan penyadapan dengan menaruh BTS disekitar target. BTS inilah yang akan menangkap sinyal yang dipancarkan dari ponsel sasaran. BTS dimaksud bisa saja berupa BTS portabel yang memiliki kemampuan setara dengan BTS konvensional namun bentuknya ramping. Ia bisa dipasang ditempat-tempat umum seperti lampu pengatur lalu lintas atau papan reklame. Bisa saja menggunakan mikro atau makro BTS. Teknologi terbaru, BTS hanya sebesar mug dengan kemampuan setara BTS konvensional.

Namun memasang BTS tidaklah cukup. Bagaimana mengetahui yang bersangkutan adalah target atau sasaran yang akan disadap? Ada banyak cara yang bisa dilakukan. Sebelumnya penyadapan dilakukan dengan mengidentifikasi nomor telepon yang digunakan. Pada banyak kasus, seseorang memiliki banyak nomor telepon atau berganti-ganti nomor telepon. Ini tentu saja riskan. Belum tentu nomor target digunakan langsung oleh bersangkutan.

Karena kasus ini, dikembangkan metode penyadapan dengan memperhatikan device dan imei yang digunakan target. Asumsinya, orang bisa saja memiliki banyak nomor telepon atau berganti-ganti nomor telepon. Rupanya pendekatan nomor telepon dan device dinilai belum optimal, karena target bisa saja berganti-ganti nomor telepon untuk menghapus jejak.

Perkembangan terbaru, sistem penyadapan menambahkan unsur struktur suara target. Menggabungkan nomor telepon, device dan imei serta struktur suara belakangan menjadi suatu pendekatan yang dinilai mendekati sempurna. Karena dengan tiga pendekatan tadi tingkat kekeliruan target sangat kecil sekali.

Ada sebuah proses yang panjang dalam suatu penyadapan. Artinya tidak bisa begitu saja dilakukan. Harus tahu nomer telepon, device dan imei-nya, hingga merekam struktur suara. Untuk aksi penyadapan sendiri membutuhkan dukungan perangkat keras dan perangkat lunak yang andal. Butuh waktu yang lama untuk melakukan identifikasi target atau sasaran.

Yang jelas telpon memang rentan sadap. Apalagi jaringan telepon menggunakan jaringan publik yang digunakan banyak orang, bukan menggunakan jaringan khusus yang hanya bisa digunakan kalangan terbatas. Tidak melakukan telepon untuk pembicaraan yang bersifat sangat rahasia merupakan langkah awal menghindari penyadapan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement