Jumat 14 Feb 2014 23:20 WIB

Usai Erupsi Kelud, Kualitas Udara Surabaya Tak Sehat

Rep: Satya Festiani/ Red: Bilal Ramadhan
Abu vulkanik membumbung tinggi keluar dari Gunung Kelud terlihat di Desa Bladak, Blitar, Jatim, Jumat (14/2). (Antara/M Risyal Hidayat)
Abu vulkanik membumbung tinggi keluar dari Gunung Kelud terlihat di Desa Bladak, Blitar, Jatim, Jumat (14/2). (Antara/M Risyal Hidayat)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pasca meletusnya Gunung Kelud, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) melakukan pemantauan kualitas udara di daerah letusan. Dari pemantauan tersebut, kualitas udara di Surabaya dinyatakan tidak sehat.

Deputi Bidang Pembinaan Sarana Teknis Lingkungan dan Peningkatan Kapasitas KLH Henry Bastaman mengatakan, berdasarkan pengukuran kontinyu stasiun pemantau KLH di Surabaya, pada jam 07:00, indikasi kualitas udara sedang. Setengah jam kemudian, kualitas masih sama.

Kemudian pada jam 11:00, kualitas udara dinyatakan tidak sehat. "Jam 11:00  kondisi PM 10 konsentrasi 230ug/m3 atau indikasi kualitas udara tidak sehat," ujar Henry, Jumat (14/2).

Henry mengatakan, KLH masih mengukur kualitas udara di Yogyakarta. Pemantauan dilakukan bekerjasama dengan BATAN (Badan Tenaga Nuklir Nasional). Data kualitas udara yang akan diukur di Yogyakarta adalah PM-10, PM-2.5 dan kandungan logam berat. Saat ini staf KLH telah berada di sekitar wilayah bencana gunung Kelud untuk melakukan pengukuran manual.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement