Jumat 14 Feb 2014 16:11 WIB

MK Semakin tak Terawasi

Rep: Erdy Nasrul / Red: Muhammad Hafil
Gedung Mahkamah Konstitusi
Foto: Amin Madani/Republika
Gedung Mahkamah Konstitusi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dibatalkannya UU no 4 tahun 2014 semakin menunjukkan Mahkamah Konstitusi (MK) Semakin tidak terawasi. Dikhawatirkan, keputusan MK nantinya akan jauh dari pantauan masyarakat. MK dikhawatirkan menggambarkan dirinya sebagai anti pengawasan.

Pengamat Hukum Tata Negara, Refly Harun, menyatakan, keputusan itu menguntungkan hakim MK sendiri. Rekrutmen hakim MK misalkan, akan tetap berpotensi adanya masalah, karena adanya keterlibatan parpol didalamnya. Refly menyatakan adanya jatah hakim MK dari kader parpol, mengancam independensi keputusan hakim nantinya.

"Karena jelas hakim merasa terikat dengan parpol," jelas Refly, di Jakarta, Jumat (14/2).

Dia menjelaskan ada perbedaan krusial antara lingkungan politisi dengan hakim. Politisi identik dengan dunia lobi dan kompromi. Sedangkan hakim lebih menutup diri. "Jadi jangan disamakan antara keduanya," papar Refly.

Dia kemudian mempertanyakan apa yang akan terjadi bila parpol yang berkuasa adalah A. Kemudian sejumlah hakim MK dari partai sama. DPR didominasi partai itu juga. "Ini kan berbahaya," paparnya. Proses legislasi di DPR nantinya akan disahkan begitu saja dan kalaupun digugat pasti tidak akan dipermasalahkan. "Kekuasaan nantinya akan sulit dikoreksi masyarakat," papar Refly.

Dia menyatakan UU MK menurutnya harus menyediakan ruang untuk pengawasan hakim. Terlebih lagi, saat ini pemilu legislatif dan presiden semakin dekat. Menurutnya kondisi seperti itu sangat membutuhkan pengawasan hakim MK. Jika hakim MK tidak diawasi, maka dikhawatirkan putusan - putusannya terkait sengketa pemilu rawan intervensi dan jauh dari independensi.

Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan uji materi undang - undang nomor 4/2014 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti uu no 1/2013 tentang perubahan kedua atas UU MK. Delapan hakim konstitusi sepakat mengabulkan permohonan yang diajukan forum pengacara konstitusi pada Kamis (13/2) lalu.

UU no 4/2014 ini lahir dari keprihatinan atas kondisi MK beberapa waktu lalu. Ketua MK sebelumnya, Akil Mochtar, terlibat dalam gratifikasi terkait sengketa pilkada di MK. KPK kemudian menangkapnya. MK kemudian mendapatkan sorotan tajam dari berbagai pihak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement