Kamis 13 Feb 2014 20:10 WIB

KY: Hakim MK Langgar Norma Etik

 Forum Rakyat menggelar kesenian Barongsai dan Ondel-ondel saat aksi damai di depan Kantor Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (21/1).  (Republika/Tahta Aidilla)
Forum Rakyat menggelar kesenian Barongsai dan Ondel-ondel saat aksi damai di depan Kantor Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (21/1). (Republika/Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Yudisial Taufiqurrahman Syahuri mengatakan majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutus pengujian Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang MK melanggar norma etik.

"Majelis telah melakukan tindakan konflik kepentingan karena telah mengadili dan mengabulkan kepentingan dirinya," kata Taufiq di Jakarta, Kamis (13/2).

Dia juga mengungkapkan bahwa pelanggaran norma etik ini karena pemohon adalah pihak yang selalu berperkara di MK dan asosiasi pengajar hukum acara MK sering kerja sama dengan Setjen MK.

"Persoalannya dugaan pelanggaran etis ini akan dibawa ke mana? Karena tidak ada Lembaga pengawas," keluh Taufiq.

Selain itu, lanjut dia, dengan tidak adanya pengawas etik, pertemuan hakim MK dengan pihak berperkara tidak dapat diadukan sepanjang bukan pelanggaran hukum pidana. "Artinya, pertemuan itu bukan pelanggaran hukum, jadi sah-sah saja. Berbeda jika ada pengawas etik, pertemuan tersebut bisa ditegur. Ini sebetulnya yang harus dipikirkan karena bisa saja hal itu terjadi," kata Taufiq.

MK dalam putusannya telah membatalkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Menjadi Undang-Undang.

"UU Penetapan Perpu MK bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Ketua Majelis Hakim Hamdan Zoelva saat membaca amar putusan di Jakarta, Kamis.

Dengan dibatalkannya UU Perpu MK tertsebut, kata Hamdan, maka Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 berlaku kembali sebagaimana sebelum diubah oleh Perpu Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

Batalnya UU Nomor 4 tahun 2014 ini berarti telah membatalkan adanya panel ahli yang akan menyeleksi bakal calon hakim konstitusi, pengawasan hakim konstitusi melalui Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi (MKHK), dan syarat hakim konstitusi harus tujuh tahun telah lepas dari ikatan partai politik.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement