REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemilihan Umum RI Husni Kamil Manik mengatakan anggaran honorarium saksi dari perwakilan partai politik tidak masuk dalam ranah penyelenggaraan pemilu, sehingga pihaknya tidak bisa menerima tawaran pendistribusian dana tersebut.
"KPU sejak awal sudah menjelaskan bahwa posisi saksi itu ada di fungsi pengawasan, bukan penyelenggaraan, dan KPU tidak menerima tawaran (dana) itu dikelola oleh kami," kata Husni di Jakarta, Selasa (11/2).
Namun, KPU tidak menampik jika pengawasan pemilu pada hari pemungutan suara akan menjadi lebih baik jika jumlah personel saksi di tempat pemungutan suara (TPS) diperkuat. KPU, lanjut Husni, juga mendukung keberadaan saksi dari perwakilan parpol di lokasi TPS pada 9 April.
"Secara prinsip, KPU berharap ada penguatan pengawasan, baik dari Bawaslu maupun dari saksi parpol. KPU akan senang sekali kalau pengawasan itu kuat," tambah Husni.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan usulan anggaran dana saksi parpol tidak dapat diteruskan ke Kementerian Keuangan untuk dicairkan melalui Peraturan Presiden jika tidak ada lembaga penyelenggara pemilu yang bertanggung jawab.
Dia menjelaskan bahwa harus ada jaminan bahwa semua partai politik menyetujui adanya alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk membayar honor saksi dari perwakilan parpol.
"Saya sudah sampaikan dua hal penting, yaitu harus ada kepastian bahwa parpol peserta pemilu setuju dan harus ada lembaga penyelenggara pemilu yang bersedia menerima dan menjalankan," kata Mendagri usai membuka Rakornas Pemantapan Pemilu di Jakarta.
Anggaran dana saksi parpol dialokasikan sebesar Rp700 miliar untuk kemudian diberikan kepada satu orang perwakilan parpol yang hadir di TPS pada 9 April. Satu orang saksi akan diberikan honorarium sebesar Rp100 ribu, dengan jumlah TPS untuk Pemilu 2014 sekitar 550 ribu.