Senin 10 Feb 2014 17:41 WIB

Negosiasi Waduk Puncak Lamban, Warga Resah

Rep: Andi Nurroni/ Red: Bilal Ramadhan
 Panorama kebun teh di kasawan Puncak Bogor, Jawa Barat.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Panorama kebun teh di kasawan Puncak Bogor, Jawa Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR— Rencana pembangunan dua waduk di Kecamatan Megamendung, kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, yang dimotori Pemprov DKI Jakarta mulai membuat warga sekitar resah. Pasalnya, warga mengaku belum pernah dilibatkan dalam negosiasi, termasuk untuk merumuskan kompensasi biaya pembebasan.

Salah seorang warga, Holid (57) mengaku hanya pernah didatangi petugas yang mendata tanah dan bangunannya, namun belum ada sama sekali undangan untuk negosiasi. Padahal menurut dia, perundingan yang melibatkan warga itu penting, agar segala persoalan menjadi jelas, dan tidak simpang siur.

Holid menggambarkan, saat ini warga di lingkungannya resah menanti kejelasan, bukan hanya soal ganti rugi, tapi juga menyangkut hal-hal lainnya. Selain hitung-hitungan material, menurut Holid sejumlah hal yang juga harus dijelaskan, adalah menyangkut relokasi tempat tinggal warga, serta soal hilangnya mata pencaharian warga yang sehari-hari mencari nafkah di lingkungan tersebut.

“Jika kehilangan tempat tinggal di sini, kami harus ke mana? Pekerjaan kami bagaimana?” kata Holid saat ditemui Republika di rumahnya, di RT 05/01, Desa Cipayung, Bogor, Senin (10/2).

Holid yang sehari-harinya berternak domba ini mengaku resah karena terancam kehilangan usahanya. Dia pernah mencoba mencari informasi lahan kosong ke kampung sebelah, sebagai ancang-ancang jika suatu waktu dia harus pindah.

Ternyata, harga-harga tanah di kampung-kampung sekitar mendadak naik. Menurut Holid warga di kampung-kampung sekitar juga ikut-ikutan mencari untung dari isu pembangunan waduk. Hal ini juga diakui Ali Yurja, salah seorang pemilik vila di Desa Cipayung.

Ali yang sehari-hari tinggal di Jakarta mengaku belum pernah diajak berunding, bahkan sosialisasi sekalipun diakuinya belum ada. Namun demikian, Ali menyampaikan, demi kepentingan umum, dia rela menyerahkan rumah dan tanahnya, dengan catatan dana kompensasi tidak merugikan.

“Ya, asal untung saja. Saya nggak mau ganti rugi, maunya ganti untung. Jadi saya juga bisa beli lagi,” ujar Ali.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement