Ahad 09 Feb 2014 19:02 WIB

KPK Segera Periksa MS Kaban Soal Kasus Anggoro

Rep: Bilal Ramadhan/ Red: Mansyur Faqih
MS Kaban
Foto: .
MS Kaban

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan pemeriksaan terhadap bekas sopir mantan menhut MS Kaban, Muhammad Yusuf, Jumat (7/2). KPK pun memastikan akan memeriksa Ketua Umum DPP Partai Bulan Bintang (PBB) periode 2005-2010 itu.

"Siapa pun yang bisa ditarik sebagai saksi untuk dapat menjelaskan kesalahan dari tersangka, dipastikan akan diperiksa," kata Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto dalam pesan singkat kepada Republika, Ahad (9/2).

Ia menjelaskan, setiap orang yang diduga mengetahui kasus yang ditangani KPK pasti akan diperiksa sebagai saksi. Namun, ia belum mengetahui jadwal pemeriksaan untuk Kaban. "Saya belum tahu rincian proses pemeriksaan lebih lanjut," tegasnya.

Sebelumnya KPK telah menetapkan Direktur Bisnis PT Masaro Radiokom Anggoro Widjojo sebagai tersangka sejak 19 Juni 2009. Anggoro menjadi buron dan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) pada 17 Juli 2009. 

Sejak ditangkap KPK di Shenzhen, Cina, Kamis (30/1) lalu, Anggoro langsung menyandang status tahanan dan dititipkan di Rutan KPK cabang Pomdam Jaya Guntur.

Anggoro diduga menyuap sejumlah anggota Komisi IV DPR yang menangani sektor kehutanan. Antara lain, politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Yusuf Erwin Faisal. Bukan hanya ke anggota DPR, Anggoro juga diduga memberikan fee ke beberapa pejabat di Dephut. Termasuk Sekjen Kementerian Kehutanan, Boen Purnama.

Pemberian dana itu terkait pengajuan anggaran SKRT Departemen Kehutanan tahun anggaran 2007. PT Masaro Radiokom merupakan rekanan dalam proyek pengadaan SKRT. Aliran dana ke pejabat itu diduga diketahui MS Kaban yang saat itu menjabat sebagai Menhut.

Kaban juga diduga menandatangani surat penunjukan langsung untuk PT Masaro Radiokom. Usai diperiksa KPK pada 201, Kaban mengatakan penunjukan langsung PT Masaro Radiokom sebagai rekanan proyek pengadaan SKRT sudah sesuai prosedur.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement