REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar komunikasi politik, Tjipta Lesmana heran dengan langkah Partai Demokrat yang seperti membiarkan tindakan Ruhut Sitompul. Seharusnya, Demokrat memberikan teguran dan sanksi kepada Ruhut seperti yang dilakukan pada saat menjelang pemilu 2009.
"Ada perubahan paradigma, tapi ini dari arah positif ke negatif. SBY sebagai negarawan yang santun, seharusnya menegur dan memberi sanksi. Indonesia bukan untuk etnis tertentu, tapi untuk semua golongan. Siapa pun yang menodai harus kita sikat, harus kita perangi," tegas Tjipta, Ahad (9/2).
Pengamat politik UI, Boni Hargens menjelaskan, bukan kali ini saja Ruhut menghina lawan bicaranya berdasarkan etnis dan ras seperti yang dilakukannya terhadapnya. Menjelang pemilu 2009, Ruhut juga melontarkan pernyataan bahwa 'Arab tidak pernah membantu Indonesia'.
Pernyataan itu dilontarkan Ruhut untuk menyindir Fuad Bawazir yang merupakan keturunan Arab saat sedang debat antara timses capres. Ruhut mewakili timses incumben Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), sedangkan Fuad Bawazir mewakili timses presiden lainnya, Jusuf Kalla.
Atas kejadian itu, Demokrat memberikan teguran dan sanksi kepada Ruhut. Pernyataan kontroversial Ruhut tak berhenti di situ saja, Ruhut juga menyebut mantan wapres Jusuf Kalla dengan sebutan 'Daeng'.
Terakhir pada 5 Desember 2013, Ruhut menyebut Boni dengan sebutan warna kulitnya yang hitam dan dikaitkan dengan warna hitam lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur. Boni melaporkan Ruhut ke Polda Metro Jaya atas pernyataan tersebut.