Jumat 07 Feb 2014 15:19 WIB

Kue Basah Tradisional Pun Bisa Haram

Ilustrasi kue
Foto: Republika/Prayogi
Ilustrasi kue

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ratna Ajeng Tejomukti

Bahan tambahan adonan kue-kue tradisional penting untuk diwaspadai. Selain rawan haram, juga tidak tayib.

Sekilas, memang tampak aman mengonsumsi kue basah tradisional yang beraneka ragam. Tetapi, bukan berarti aneka kudapan itu terbebas dari titik kritis kehalalan.

Menurut Direktur Pelaksana LPPOM MUI Lukmanul Hakim, secara umum kebanyakan kue basah tersebut berbahan dasar terigu, air, dan minyak. Sedengkan, emulsifier alami yang kerap digunakan adalah telur.

Kedua bahan dasar tersebut, air dan minyak, memang harus disatukan lewat pengemulsi. Hanya saja, oknum pedagang nakal menggunakan bahan kimia untuk pengemulsi. “Agar biaya bahan baku murah,” kata dia kepada Republika di Jakarta, Selasa (4/2).

Lukmanul Hakim menerangkan, bila pengemulsi alami, tentu tak jadi soal. Tetapi, jika berasal dari bahan kimia maka konsumen patut waspada.

Pengemulsi buatan itu, seperti halnya telur yang terdiri dari lemak, menjadikan lemak sebagai bahan utama. Sumber lemak bisa hewani dan nabati.

Sumber lemak hewani, kata dia, perlu diperhatikan, baik dari jenis binatangnya ataupun proses penyembelihannya. Lemak tersebut berasal dari asam lemak yang dipecah atau dihidrolisasi agar dapat digunakan dalam emulsifier.

Dia menegaskan, enzim harus berasal dari hewan halal. Enzim tersebut difungsikan sebagai katalisator untuk memecah asam lemak dari trigliserida menjadi digliserida atau monogliserida. Karenanya, bila enzim diperoleh dari hewan haram hukumnya tidak boleh.

Bahan tambahan lain yang juga perlu dicermati, kata Lukmanul, ialah pewarna makanan. Pewarna yang ditoleransi adalah pewarna alami, bukan kimiawi.

Jika terpaksa memakai pewarna kimia maka mesti berstandar food grade. Belakangan, pewarna juga ada yang dari hewani dari ekstraksi pigmen. “Hewan tersebut juga harus jelas kehalalannya,” kata dia.

Pengembang adonan, juga demikian. Menurut Luqmanul Hakim, seperti kue onde-onde atau kue lainnya, pengembangnya dari ragi atau krim tar tar.

Perhatikan media pengembangan jamur ragi. Bisa saja, medianya haram dan terbawa saat pengambilan yeast. Bahan-bahan tambahan ini berpengaruh pada status kehalalan kue. 

Lukmanul Hakim juga menyoroti lemper dan lontong. Jangan terkecoh dengan aroma wangi. Jika aromanya asli dari beras pandan wangi, tak jadi soal. Yang masalah bila memakai pengharum kimia.

Tentu, dari segi kesehatan cukup berbahaya mengonsumsinya. Guna memberikan kenyamanan bagi konsumen, papar dia, LPPOM mempunyai program sertifikasi bagi pelaku usaha UMKM. 

Ketua Umum Halal Watch Organisasi Peduli Makanan Halalan Thayiban  Rachmat Os Halawa mengatakan, makanan tradisonal memang sangat kompleks saat ini jika meneliti bahannya. Ada empat bahan utama, yaitu tepung terigu, gula, air, minyak, dan pengemulsi.

Dia mencontohkan, seperti halnya tepung terigu. Pada masa Rasulullah SAW, bahan dasar tepung dari gandum yang digiling secara sederhana. Akan tetapi, seiring tingginya permintaan pasar, produksi tepung pun massal dan melibatkan alat-alat produksi kelas kakap.

Konsumen pun sulit mengetahui, bahan tambahan apa saja yang diberikan produsen agar produk mereka awet. “Bahan itu yang perlu diwaspadai,” kata dia.

Rachmat menambahkan, perasa makanan juga perlu dikritisi. Makanan tradisional tersebut bisa jadi memakai pemanis buatan agar menekan biaya produksi.

Tentu, pemanis itu berbahan kimia. Jika dinyatakan tidak aman, bisa berpengaruh pada kehalalannya. Sebab, halal dan tayib saling berkorelasi. “Makanan yang berbahaya bagi tubuh bisa jadi haram,” ungkap dia.

Rachmat yang juga sebagai pengusaha makanan ini menyarankan, lebih baik membeli kue-kue tersebut dari pedagang Muslim. Lebih afdal lagi jika memilih produk yang telah bersertifikat halal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement