REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan Ham, Amir Syamsuddin berharap Komisi III DPR dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa duduk bersama membahas revisi UU KUHAP. Hal ini penting agar polemik soal pengurangan kewenangan KPK bisa terselesaikan. "Mari kita menginventarisasi pasal-pasal mana yang dianggap menjadi penghalang bagi KPK dalam menjalankan tugas," kata Amir kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (6/2).
Amir menyatakan KPK merupakan lembaga yang memiliki kewenangan khusus. Dalam konteks itu pengaturan terhadap tata cara kerja KPK dalam revisi UU KUHAP mesti dibedakan dengan lembaga hukum lain. Amir berharap tidak ada perubahan terhadap kewenangan khusus yang dimiliki KPK. "Saya kira tidak ada orang yang berakal waras berani menganulir kewenangan khusus KPK," katanya.
Revisi UU KUHAP jangan sampai terkendala hanya karena polemik antara KPK dan Komisi III. Amir menyatakan. Amir menyatakan revisi UU KUHAP diperlukan untuk memberi perlindungan hukum yang adil kepada jutaan warga negara Indonesia. Perlindungan yang menurutnya mengacu pada hak asasi manusia. "Kepentingan KPK itu penting. Tetapi kepentingan nasional juga perlindungan HAM juga penting," ujarnya.
Sementara itu sejumlah anggota Komisi III DPR bereaksi keras atas pernyataan Wakil Ketua KPK, Bambang Widjoyanto yang meminta Komisi III menghentikan pembahasan revisi UU KUHAP. "Atas hak apa KPK ingin menghentikan pembahasan KUHAP," kata anggota Fraksi PPP, Achmad Yani.
Yani menilai KPK sudah merasa lebih tinggi posisinya dibandingkan DPR. Sampai-sampai, imbuh Yani, KPK tidak menyadari bahwa kewenangan merevisi undang-undang merupakan domain DPR yang diatur konstitusi. "Karena memang UU KUHAP sudah tidak memadai lagi," ujar Yani.
Wakil Ketua Komisi III, Almuzammil Yusuf meminta KPK menghormati kewenangan DPR merevisi UU KUHAP. Menurutnya klausul membatasi kewenangan penyelidikan KPK datang dari pemerintah bukan DPR. "Itu usulan pemerintah," ujarnya.