Kamis 06 Feb 2014 09:27 WIB

PDIP Desak Pemerintah Revisi Perpres Harga Jual Eceran BBM

Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Dewi Aryani
Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Dewi Aryani

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Anggota Komisi VII DPR RI Dewi Aryani mendesak Pemerintah untuk segera merevisi Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2012 tentang Harga Jual Eceran dan Konsumen Pengguna Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu karena merugikan nelayan.

"Kami mendesak Pemerintah segera merevisi Perpres No. 15/2012 serta Surat Edaran Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) yang melarang penggunaan solar bersubsidi untuk kapal nelayan ukuran di atas 30 gross tonnage karena sangat memberatkan nelayan," kata anggota Komisi Bidang Energi dari Fraksi PDI Perjuangan DPR RI itu, melalui pesan singkatnya kepada Antara di Semarang, Kamis (6/2).

Doktor Dewi Aryani, M.Si. lantas mengasumsikan jika harga solar industri akan mencapai Rp13 ribu per liter, berarti nelayan yang sekali melaut dengan menggunakan kapal ukuran di atas 30 gross tonnage akan mengeluarkan biaya untuk bahan bakar minyak (BBM) sebesar Rp325 juta.

Dewi yang juga Duta Universitas Indonesia (Duta UI) untuk Reformasi Birokrasi mengemukakan bahwa seharusnya pemerintah tidak sampai hati membiarkan nelayan menggunakan solar dengan harga tinggi sebagaimana diatur dalam perpres tersebut.

"Pemerintah seharusnya tidak membiarkan nelayan yang sudah hidup dalam keterbatasan menjadi makin terpuruk dengan adanya Perpres No. 15/2012," kata Dewi yang juga calon anggota tetap DPR RI periode 2014-2019 dari Daerah Pemilihan Jawa Tengah IX (Kabupaten Brebes, Kota/Kabupaten Tegal).

Jika perpres tersebut tidak segera direvisi, menurut Dewi, sama saja membunuh perlahan keluarga nelayan Indonesia. Oleh sebab itu, anggota Fraksi PDI Perjuangan itu mendesak Pemerintah segera menyadari bahwa revisi Perpres No. 15/2012 sangatlah penting untuk kesejahteraan nelayan Indonesia.

Saat ini, kata dia, sedang terjadi musim barat, cuaca buruk, dan banjir. Hal itu membuat banyak nelayan yang saat ini menganggur dan banyak kapal yang melaut, belum kembali pulang karena menghindari cuaca yang buruk.

"Dapat kita bayangkan beratnya kehidupan nelayan saat ini, ditambah lagi adanya pelarangan tersebut sehingga menambah beban bagi nelayan," katanya.

Dewi yang juga Ketua Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) menilai kebijakan tersebut tidak berpihak kepada nelayan. Pasalnya, harga solar akan membumbung tinggi, sementara harga ikan tidak mengalami penaikan.

"Nelayan kita saat ini sudah dibebani tiga pungutan, yakni retribusi daerah, pungutan hasil perikanan (PHP) berdasarkan ukuran kapal, serta ajak pengusaha perikanan (PPP)," katanya.

Beban yang diterima nelayan itu, menurut dia, dampaknya tidak habis hanya di tingkat nelayan dan keluarganya.

Akan tetapi, kata dia, berefek domino di sektor perikanan. Misalnya, tukang gerobak ikan, tukang becak ikan, para bakul ikan, pengolah ikan fillet, ikan basah, dan pengolah ikan asin yang jumlahnya ribuan orang.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement