REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Komunikasi Politik, Universitas Hasanudin (Unhas) Makassar, Hasrullah menilai pelanggaran kampanye di media televisi dan radio sudah mencederai demokrasi. Terlebih, pemilik media mengabaikan adanya teguran dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
‘’Ini sudah masuk mengkoyak-koyak demokrasi melalui media,’’ ujar Hasrullah, kepada ROL, Selasa (4/2). Pasalnya, media saat ini menayangkan siaran-siaran kampanye sebelum waktunya. Seperti diketahui, jadwal kampanye terbuka baru mulai pada 16 Maret mendatang.
Para pemilik media yang terjun ke politik ini kata Hasrullah berdalih konten yang disiarkan bukan kampanye melainkan sosialisasi. Namun, ia memandang siaran tersebut tetap berbau kampanye.
Dikatakan Hasrullah, seharusnya ruang publik termasuk media menjadi milik semua masyarakat. Namun, pada kenyataanya fenomena kapitalis media merusak tatanan tersebut.
Di mana, lanjut Hasrullah, pemilik media ikut pula bermain politik. Akibatnya, ranah publik dieksploitasi oleh pemilik media untuk kepentingannya sendiri.
Hasrullah mengatakan, untuk menangani kasus pelanggaran ini KPI tidak bisa bertindak sendiri. Pasalnya, selama ini teguran yang disampaikan ke media TV dan radio tidak digubris.
‘’ Ke depan, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) harus turun tangan,’’ ujar Hasrullah. Hal ini sebagai bentuk kemauan politik pemerintah untuk menindak pelanggaran. Jangan hanya mengandalkan regulator KPI yang mengatasi permasalahan itu.
Selain itu kata Hasrullah, sebagai regulator KPI bersama akademisi dari perguruan tinggi dapat membuat rumusan terkait ketentuan penyiaran yang berbau kampanye. Saat ini belum ada ketentuan yang mengaturnya. Rumusan ini nantinya diserahkan ke Kemenkominfo dan dibahas di DPR.