REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pemberlakuan denda Rp1 juta bagi konsumen pedagang kaki lima (PKL) di zona terlarang diganti dengan istilah 'biaya paksa'. Perubahan ini dikarenakan pengenaan biaya paksa tidak masuk dalam kategori tindak pidana ringan (tipiring).
Wali Kota Bandung Ridwan Kamil menjelaskan, pemberlakuan biaya paksa tidak perlu melibatkan pengadilan dalam pelaksanaannya. "Kalau tipiring itu didenda kalau nggak didenda kurungan badan. Maka membutuhkan pengadilan. Ini (biaya paksa) itu kalau menurut tim bukan masuk tipiring. Tapi penegakan aturan yang sifatnya biaya paksa," katanya.
Maka, kata pria yang akrab disapa Kang Emil ini, uang yang didapat dari biaya paksa tidak masuk ke pemerintah pusat. Tetapi akan masuk ke kas Pemkot Bandung. Dalam penegakan aturan biaya paksa ini, Pemkot langsung melakukannya sendiri. "Rekeningnya sudah disiapkan dinas pengelolaan keuangan dan aset daerah (DPKAD), jadi tidak melibatkan Pengadilan Negeri," ujarnya.
Dikatakan Kang Emil, sidang akan dilakukan oleh penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) saja. "Terkait jumlah dendanya tergantung dari kita karena melihat aspek sosiologis juga," katanya.
Seperti diketahui, biaya paksa ini akan mulai diberlakukan pada 1 Februari 2014. Upaya pemberlakuan denda bagi konsumen dilakukan setelah PKL yang telah direlokasi masih nekat berjualan di zona terlarang.
Pemkot beralasan jika tidak ada pembeli maka PKL tidak akan ada yang berjualan di zona terlarang. "Jangan sampai untuk mencapai tujuan, kita ributkan masalah cara," kata Emil.
Pemberlakuan biaya paksa ini akan dimulai di empat titik lokasi zona merah atau zona terlarang. Yakni di Jalan Merdeka, Jalan Kepatihan, Jalan Dalem Kaum dan Sekitar alun-alun. Hingga berita ini diturunkan, pihak Satpol PP belum bisa dihubungi terkait pelaksanaan teknis di lapangan.