Rabu 29 Jan 2014 12:15 WIB

Usulan Miskinkan Koruptor Ditolak

Korupsi
Korupsi

REPUBLIKA.CO.ID, BATAM -- Wacana memiskinkan pelaku korupsi dengan merampas seluruh harta yang dimilikinya sebagai efek jera, ditentang Ketua Tim Penyusun Rancangan UU KUHP, Muladi. Ia berpendapat usulan itu tidak proporsional dan terlalu berlebihan.

"Memiskinkan orang itu terlalu dramatis, harusnya proporsional saja," kata Muladi dalam Diskusi Panel Menyorot RUU KUHP Universitas Riau Kepulauan Batam dan Forum Pimpinan Pendidikan Tinggi Hukum Indonesia di Batam, Rabu (29/1).

Ia mengatakan sanksi yang diberikan harus proporsional. Jika tindak korupsi merugikan negara, maka dananya dikembalikan ke negara. "Kalau 'memiskinkan' kita bisa diketawain dunia," kata Muladi.

Muladi mengaku heran dengan banyaknya Sarjana Hukum yang sepakat dengan ide pemiskinan yang disampaikan Adnan Buyung Nasution, karena dari segi hukum, istilah 'pemiskinan' harus dihindari.

Mantan gubernur Lemhanas itu juga menolak penerapan hukuman mati di Indonesia karena melanggar hak asasi manusia. "Yang dihukum itu kan manusia," katanya.

Sebelumnya, Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Ade Irawan mengatakan pemiskinan atau pengambilan aset dan harta hasil korupsi lebih efektif dan dapat memberi efek jera bagi para koruptor dibandingkan dengan hukuman penjara.

"Para koruptor itu kan lebih takut miskin daripada takut dipenjara. Jadi, satu-satunya cara yang ampuh untuk membuat orang jera melakukan korupsi adalah dengan memiskinkan koruptor," kata Ade.

Menurut Ade, sebenarnya sudah ada beberapa peraturan yang dapat digunakan untuk mengatur upaya pemiskinan koruptor, yaitu Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

"Dan, sekarang ini sedang dikembangkan RUU tentang perampasan harta hasil korupsi dari koruptor dan keluarganya," ujarnya.

Ia mengatakan, pengambilan aset atau harta kekayaan koruptor sebetulnya dapat dilakukan dengan mudah bila aparat sudah membuktikan aset itu merupakan hasil tindak pidana korupsi. "Jadi, bila aparat penegak hukum sudah bisa membuktikan dan menunjukkan bahwa harta yang diperoleh merupakan hasil korupsi, maka aset si koruptor itu sudah pasti bisa disita oleh negara," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement