Rabu 29 Jan 2014 08:01 WIB

Industri Sablon di Solo Kebanjiran Pesanan Jelang Pileg

Pekerja menyablon kaos calon berlogo sebuah partai politik (ilustrasi)
Foto: Antara
Pekerja menyablon kaos calon berlogo sebuah partai politik (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO --Industri rumah tangga sablon dan konveksi kaos di kawasan Kampung Batik Laweyan Kota Solo, sebulan terakhir kebanjiran pesanan menjelang pemilihan legislatif 2014.

Menurut Selank (40), pemilik industri sablon dan konveksi "AM Pro" di kampung Batik Laweyan Solo, Selasa, pihaknya sejak sebulan terakhir menerima banyak pesanan terutama bendera dan kaos partai politik dari para caleg.

"Kami menerima pesanan bendera dan kaos parpol dari berbagai daerah seperti Kota Solo dan sekitarnya. Bahkan, pesanan juga datang dari luar Pulau Jawa seperti Riau, Kalimantan, Papua, dan negara tetangga, yakni Timor Leste," katanya.

Menurut dia, pihaknya per hari mampu melakukan produksi bendera parpol sebanyak tujuh ribu dan 20 ribu kaos untuk kampanye. Jumlah ini, mengalami peningkatkan sekitar 60 persen dibanding hari-hari sebelumnya.

Pihaknya dengan dibantu empat tenaga kerja dalam proses sablon dari kain warna putih sepanjang sekitar 50 meter setiap lembarnya. Pihaknya mematok pesanan bendera atau kaos minimal sebanyak 1.000 lembar.

"Kami memberikan harga sekitar Rp 4 ribu hingga Rp 80 ribu per lembar bendera parpol tergantung ukuranya, sedangkan kaos beratribut parpol dijual mulai Rp 5 ribu hingga Rp 60 ribu per lembarnya," kata dia.

Namun, kata dia, pesanan bendera dan kaos parpol penjelang Pileg tersebut menurun dibanding pada Pilkada Gubernur-Wakil Gubernur Jawa Tengah, pada 2013.

Meskipun Pileg 2014 tinggal sekitar dua bulan lagi, tetapi dibanding kegiatan pemilu lima tahun sebelumnya masih kurang gregetnya.

Pihaknya memperkirakan menurunnya pesanan atribut parpol saat ini dibanding tahun sebelumnya disebabnya adanya aturan zona pemasangan alat peraga kampanye (APK). Hal ini, tidak sebebas pemilu pada lima tahun yang lalu.

Oleh Karena itu, pihaknya hingga sekarang masih menerima pesanan. Padahal, biasanya dua bulan sebelum pencoblosan sudah tidak mau terima order lagi.

"Kami bekerja seperti biasa dan tidak ada lembur," kata Selank yang menekuni pekerjaannya sejak usaha orang tuanya pada 1970-an.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement