REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) membantah adanya kepentingan atau tekanan politik dalam putusan atas pengujian Undang-Undang (UU) Nomor 42/2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
Hakim konstitusi Harjono menegaskan tidak ada tekanan itu. Dikatakannya, putusan MK memang ada persinggungan dengan politik. Namun, ia membantah jika ada kepentingan politik yang menunggangi MK. "Kalau ditunggangi politik, siapa yang menunggangi? Tidak pernah ada. Bentuknya apa? Kita bebas kok tidak ada masalah apa-apa," kata dia, di Gedung MK, Jumat (24/1).
Soal adanya tekanan dari partai politik di balik putusan itu, Harjono juga membantahnya. Ia justru mempertanyakan bentuk tekanan yang bisa diberikan oleh partai politik. "Apa partai politik bisa mengancam kalau dia gak dipenuhi kita dipecat? Lewat mana dia mecat? Jadi bentuk tekanannya apa? Tidak ada," ujar dia.
Pada Kamis (23/1), MK mengabulkan permohonan Effendi Gazali dan kawan-kawan untuk sebagian. MK menyatakan Pasal 3 ayat 5, Pasal 12 ayat 1 dan ayat 2, Pasal 14 ayat 2, dan Pasal 112 UU 42/2008 bertentangan dengan UUD 1945.
Pasal-pasal tersebut juga dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Namun, amar putusan tersebut dinyatakan berlaku untuk penyelenggaraan pemilihan umum 2019 dan seterusnya. Artinya, pemilu serentak tidak dilakukan pada pemilu 2014.