REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Partai Gerindra mendaftarkan permohonan peninjauan kembali (PK) putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan pemilu serentak dilaksanakan 2019 dan seterusnya.
MK telah menyatakan terhadap uji materi Undan Pasal 3 ayat (5), Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 14 ayat (2), dan Pasal 112 dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat.
"Tapi baru ditetapkan pada Pemilu 2019. Itu sangat kontradiktif," kata Kuasa Hukum Patai Gerindra, Habiburakhman, saat mendaftar permohonan PK di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, putusan tersebut merupakan kekhilafan fatal dari majelis hakim, sehingga putusan tersebut harus dibatalkan karena ini kan dalam waktu dekat Pileg dan Pilpres.
"Kalau tidak serentak, maka dibiarkan Pemilu tidak konstitusional. Artinya tidak legitimate," katanya.
Dia mengatakan tidak ada alasan teknis dan substansial yang memaksa MK menunda berlakunya putusan tersebut.
Habib mengatakan, jika pertimbangan majelis hakim adalah karena tahapan Pemilu sudah berjalan, maka Pemilihan Umum Legislatif bisa dimundurkan dua hingga tiga bulan.
"Karena sangat mudah untuk mengundurkan Pileg dan Pilpres. Apa susahnya," kata Habib.
MK menyatakan Pasal 3 ayat (5), Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 14 ayat (2), dan Pasal 112 UU Pilpres bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Namun MK menyatakan amar putusan tersebut berlaku untuk penyelenggaraan pemilihan umum tahun 2019 dan pemilihan umum seterusnya, kata Ketua Majelis Hakim Hamdan Zoelva, saat membacakan amar putusan.
Dalam pertimbangannya, MK menyatakan tahapan penyelenggaraan pemilihan umum tahun 2014 telah dan sedang berjalan mendekati waktu pelaksanaan.
"Seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata cara pelaksanaan pemilihan umum, baik Pilpres maupun Pemilu Anggota Lembaga Perwakilan, telah dibuat dan diimplementasikan sedemikian rupa," katanya.
Hal demikian dapat menyebabkan pelaksanaan pemilihan umum pada tahun 2014 mengalami kekacauan dan menimbulkan ketidakpastian hukum yang justru tidak dikehendaki karena bertentangan dengan UUD 1945.