REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Universitas Gadjah Mada menunda pelepasan nyamuk Aedes Aegypti dengan bakteri Wolbachia di enam RT di wilayah Nogotirto dan Kronggahan, Gamping, Kabupaten Sleman. Hal ini setelah masyarakat setempat menolak pelepasan nyamuk tersebut.
Penelitian UGM melalui Eliminate Dengue Project (EDP) akan melepaskan nyamuk Aedes aegyti dengan bakteri Wolbachia untuk mengendalikan penularan Demam Berdarah Dengue (DBD).
Pelepasan nyamuk akan dilakukan di 21 RT di Kronggahan dan 18 RT di Nogotirto. Namun, pelepasan nyamuk di dua RT di Kronggahan dan empat RT di Nogotirto akan ditunda.
Penundaan pelepasan nyamuk dilakukan karena masih ada warga yang menolak pelepasan. Peneliti Utama EDP, Riris Andono Ahmad mengatakan pihaknya akan menghormati warga yang menolak. "Kami akan sosialisasi lagi," ujar Riris, di UGM, Kamis (23/1).
Penelitian yang dilakukan di dua desa tersebut ditegaskan Riris menggunakan teknologi alamiah bakteri Wolbachia yang banyak ditemukan di serangga di Indonesia.
Wolbachia menyebabkan virus dengue tidak dapat berkembang biak di dalam tubuh nyamuk. Bakteri tersebut juga mempersingkat hidup nyamuk sehingga penularan DBD bisa ditekan.
"Kalau berhasil disebarkan, bakteri akan diturunkan ke anak nyamuk sehingga nyamuk tidak akan mampu lagi sebarkan virus," ungkapnya.
Pelepasan pertama nyamuk telah dilakukan di wilayah Nogotirto pada Rabu (22/1) dan di Kronggahan pada Kamis (23/1). Riris mengaku penelitian tersebut sudah mendapat persetujuan lebih dari 90 persen dari 4.500 warga yang disurvei. Pendekatan kepada warga sebelumnya dilakukan sejak September 2011.
Nyamuk disebarkan ke tiap rumah penduduk dengan jarak 20 meter. Di setiap titik pelepasan, 50 ekor nyamuk dilepaskan sehingga rata-rata per meter hanya ada dua ekor nyamuk tambahan. "Nyamuk Aedes aegypty ini nyamuk domestik, kalau sudah menemukan tempat yang ada makanannya tidak akan pergi ke tempat lain," terang Riris.
Dalam penelitian itu, Riris mengaku tidak ada jaminan kasus DBD hilang dari wilayah yang diteliti. Kasus DBD kemungkinan tetap ada sampai semua populasi nyamuk mengandung Wolbachia.
Akan tetapi, tingginya mobilitas warga juga dapat menyebabkan kejadian DBD karena kemungkinan tertular dari wilayah lain.
Meski demikian, Riris mengatakan pihaknya akan tetap memonitor kasus DBD di wilayah penelitian. Setiap kasus yang ditemukan akan segera dirujuk ke fasilitas kesehatan untuk mendapatkan pengobatan dini. Tanggung jawab peneliti tersebut dikatakan sudah ada dalam surat persetujuan warga.