REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bencana banjir yang melanda sejumlah wilayah di DKI Jakarta dimanfaatkan oleh sejumlah pihak untuk meraup keuntungan lebih. Mereka yang memanfaatkan situasi banjir seperti saat ini salah satunya adalah sopir angkutan umum.
Seakan memanfaatkan bencana banjir yang melanda ibukota, sejumlah sopir angkutan umum memungut tarif dari para penumpang di luar batas kewajaran. Sopir angkutan Mikrolet M-16 jurusan Kampung Melayu-Pasar Minggu, misalnya menaikkan tarif angkutan secara sepihak hingga 50 persen lebih.
"Saya yang biasanya naik M-16 dari Kampung Melayu hingga Pejaten dikenai tarif resmi Rp 5.000, tadi pagi disuruh membayar Rp 8.000," ungkap Erna, karyawati yang berkantor di daerah Pejaten Raya, Jakarta Selatan kepada ROL, Rabu (22/1).
"Sopirnya beralasan macet dan harus mencari rute lain untuk menghindari banjir di daerah Otista Raya," tambah Erna.
Menurut Erna, dirinya tidak keberatan jika harus membayar ongkos angkutan umum lebih mahal dari biasanya. Namun, ia mengimbau agar besaran kenaikan tarif angkutan umum tersebut masih dalam batas yang wajar.
Ketua Organda DKI Jakarta, Sudirman, mengakui adanya ulah sejumlah sopir yang menaikkan tarif angkutan umum semena-mena. "Ini sebetulnya termasuk bentuk pelanggaran," ujarnya.
Namun, menurut Sudirman, pihaknya tidak bisa melarang oknum sopir angkutan umum untuk tidak menaikkan tarif. "Ini kan sifatnya kasuistis, hanya terjadi dalam kondisi seperti saat ini," kata dia.
Dia kemudian membandingkan dengan tarif ojek motor yang juga mengalami kenaikan drastis seperti saat ini. "Masyarakat harus paham, di lingkungan yang terkena banjir angkutan ojek itu ada yang tarifnya Rp 50 ribu sekali jalan," tuturnya.
Sudirman menambahkan, pihaknya sudah cukup melakukan imbauan kepada pada pengusaha dan sopir angkutan umum. "Jika masyarakat tidak bersedia membayar tarif lebih mahal, sebaiknya tidak usah naik angkutan tersebut," sarannya.