Selasa 21 Jan 2014 17:48 WIB

Cara Korban Sinabung Dapat Uang di Pengungsian

Rep: Bilal Ramadhan/ Red: A.Syalaby Ichsan
Pengungsi Sinabung
Pengungsi Sinabung

REPUBLIKA.CO.ID, KABANJAHE- Sudah sekitar empat bulan warga yang tinggal di kaki Gunung Sinabung mengungsi di pos-pos pengungsian. Kini ibu-ibu tetap dapat menghasilkan uang, meski sudah tidak berladang, di tempat pengungsian yaitu dengan membuat kerajinan tangan.

Seperti yang dilakukan seorang ibu lanjut usia (lansia), Rakut Bru Sitepu. Perempuan berusia 70 tahun ini membuat kerajinan tangan dari bahan plastik dan pandan untuk dibuat menjadi tas kecil, keranjang dan prakan, sebutan untuk pembungkus bekal nasi saat akan berladang.

"Ya, ini kan lumayan juga untuk dapat menghasilkan uang daripada tidak ada apa-apa, berladang pun tidak sekarang," kata Rakut yang ditemui Republika di pos pengungsian Islamic Center Kabanjahe, Selasa (21/1).

Rakut menuturkan sebenarnya sudah sejak kecil ia dapat menganyam daun pandan untuk dibuat kerajinan tangan. Namun karena ia berladang, sudah tidak sempat lagi untuk meluangkan waktu untuk menganyam ini.

Ia juga dengan bangga mengatakan meski usianya sudah tidak muda lagi, sampai saat ini pun ia masih tetap berladang. Tak tanggung-tanggung, ia berladang di kebun kopinya yang seluas 2,5 hektar dengan 1.000 pohon kopi. Semua ia yang mengurusnya sendiri.

Rumah dan ladangnya itu berada di Desa Sukanalu, Kecamatan Namanteran. Namun kini ia tidak lagi bisa berladang karena erupsi gunung yang kerap ia banggakan karena menjadikan ladangnya menjadi subur itu.

"Ladang dan rumah saya sudah rusak kena abu. Setelah ini, tak tahu akan bekerja apa lagi," tuturnya.

Satu-satunya harapan kini dengan menghidupkan kembali ketelitiannya dalam menganyam pandan dan plastik menjadi berbagai bentuk kerajinan agar dapat menghasilkan uang.

Ia menyadari kini tangannya tak sekuat dan berenergi seperti saat ia muda, namun ia tetap pantang menggantungkan hidupnya kepada orang lain, meski kepada anak-anaknya sendiri.

"Anak saya sudah empat (orang), tapi mereka sudah punya keluarga dan rumah sendiri. Saya tak ingin menyusahkan," ucapnya sambil berhenti menganyam beberapa saat. Kerutan di wajahnya tetap tak dapat menyembunyikan kesedihannya.

Hal yang sama juga dilakukan ibu pengungsi lainnya, Samar Menanti Sitepu. Ia merupakan pengungsi di pos pengungsian Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) Kabanjahe. Ia juga menganyam untuk dibuat berupa tas kecil, tikar dan kerajinan lainnya.

Bahan anyaman yang dimanfaatkan pengungsi tersebut bukan hanya terbuat dari daun pandan, melainkan tali plastik yang banyak didapatkan di sekitar lokasi pengungsian. Ia sadar kegiatannya ini dapat membantu suaminya dalam memenuhi kebutuhan keluarganya.

"Lumayan lah untuk membeli keperluan selama di sini. Untuk tikar saja bisa dibeli seharga Rp 200 ribu," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement