REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banjir yang terjadi di enam kabupaten atau kota di Sulawesi Utara (Sulut) secara bersamaan pada Rabu (15/1) membuat sedikitnya 13 orang tewas, dua orang hilang, dan 40 ribu orang mengungsi.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, hujan deras di Sulut dipicu oleh sistem tekanan rendah di perairan selatan Filipina yang menyebabkan pembentukan awan intensif. Selain itu juga adanya konvergensi dampak dari tekanan rendah di utara Australia sehingga awan-awan besar masuk ke wilayah Sulut. Kombinasi antara faktor alam dan antropogenik memicu terjadinya banjir bandang dan longsor yang masif di Sulut.
Banjir kali ini, kata Sutopo, terjadi di enam kabupaten atau kota di Sulut secara bersamaan yaitu Kota Manado, Minahasa Utara, Kota Tomohon, Minahasa, Minahasa Selatan, dan Kepulauan Sangihe. “Data sementara dampak keseluruhan membuat 13 orang tewas, dua orang hilang, dan sekitar 40 ribu mengungsi,” katanya seperti dalam Blackberry Messanger yang diterima ROL, Kamis (16/1)
Rinciannya, lima orang tewas dan satu orang hanyut belum ditemukan di Kota Manado. Sementara itu di Kota Tomohon sebanyak lima orang tewas. Di Minahasa tiga orang tewas, satu orang hilang, dan satu orang luka berat. Banjir dan longsor juga mengakibatkan tiga desa dengan 1.000 jiwa di Kabupaten Minahasa Utara. Di Kepulauan Sangihe beberapa rumah tertimbun longsor. Diperkirakan sekitar 40 ribu warga mengungsi ke tempat yang aman.
Dia menjelaskan, bencana kali ini lebih besar daripada sebelumnya yang pernah terjadi pada tahun 2000 yang menyebabkan 22 orang tewas dan Februari 2013 yang menyebabkan 17 orang tewas.
Tim Reaksi Cepat BNPB mendampingi penanganan darurat. Logistik dan peralatan di BPBD dikerahkan seperti dapur umum, perahu karet, tenda, matras, selimut, permakanan dan lain-lain. Posko juga sudah didirikan di beberapa tempat. Saat ini, kata Sutopo, pengungsi membutuhkan perahu karet, tenda, matras, selimut, makanan, pakaian dan kebutuhan dasar.