REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dengan memanfaatkan teknologi modifikasi cuaca (TMC) mulai Selasa (14/1), intensitas hujan yang turun hanya 35 persen dari kondisi normalnya. Hal itu dilakukan untuk mengurangi potensi banjir di musim tersebut.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, Jakarta memiliki 62 titik rawan genangan. Hampir 85 persen hujan menjadi aliran permukaan karena masifnya kawasan terbangunnya.
“Hujan hanya turun 35 persen dari normal. Tidak ada dampak lingkungan dari penggunaan TMC,” kata Sutopo dalam rilis BNPB, Rabu (15/1).
Dia mengatakan, bahan yang digunakan adalah NaCl yang tidak mencemari air hujan secara kualitas maupun berkurangnya pasokan air. Kondisi tanah Jakarta sudah jenuh air pada musim penghujan dan TMC hanya mengurangi potensi hujannya.
Menurutnya, terdapat tiga operasi dalam penanganan banjir Jakarta, yaitu penanganan sungai, penanganan pengungsi, dan pengendalian cuaca. Saat intensitas hujan tinggi dalam waktu lama, pengendalian banjir di daratan belum maksimal.
“Kecuali kondisi sungai, permukiman yang berada di dalam dan bantaran sungai, tata ruang dan sebagainya sudah memadai, tidak lagi butuh TMC,” ujar dia.
Menurut dia, penggunaan teknologi ini memakan anggaran hingga Rp 20 miliar. Namun jumlah tersebut dinilai kecil dengan potensi kerugian yang diakibatkan oleh banjir.
Pada Januari 2013 lalu, banjir menyebabkan kerugian dan kerusakan hingga Rp 7 trilyun. Hal tersebut meliputi perumahan dan permukiman, infrastruktur, ekonomi, sosial budaya, dan lintas sektor.