REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Polrestabes Surabaya menyatakan hingga saat ini pihaknya masih menunggu hasil pemeriksaan organ dari seekor singa jantan asal Afrika yang dinilai mati tidak wajar di Kebun Binatang Surabaya beberapa hari lalu.
"Kami minta bantuan tim ahli dari Unair (Universitas Airlangga) untuk memeriksa organ dalam dari Singa tersebut. Sejauh ini kami masih menunggu hasilnya," kata Kaurbinops Reskrim Polrestabes Surabaya AKP Sukris saat rapat dengar pendapat di Komisi B DPRD Kota Surabaya, Senin.
Menurut dia, pihaknya menemukan kondisi TKP sudah tidak murni karena satwanya sudah dipindah. Sehingga, lanjut dia, hal ini menyulitkan dalam pengungkapan kasus tersebut.
Guna pendalaman perkara, pihaknya telah memeriksa setidaknya 10 orang saksi di KBS. Dari hasil pemeriksaan disimpulkan, singa yang diberi nama Michael mati karena kekurangan oksigen akibat leher terjerat. "Tidak ada tanda-tanda penganiayaan," katanya.
Ia menjelaskan pemeriksaan organ yang dilakukan Unair membutuhkan waktu sekitar dua minggu. "Kami masih menunggu itu," katanya.
Sementara itu, Kepala Konservasi Wilayah 3 Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (SDA) Jawa Timur RM Widodo mengatakan, usia Michael sekitar 17 bulan tersebut memiliki agresivitas tinggi karena dorongan birahi.
"Tepat di depan kandang Michael, terdapat Harimau Benggala. Sehingga, diperkirakan, Michael melompat-lompat untuk mendekati harimau tersebut. Bisa jadi, karena dia (Michael) ini agresif, sehingga dia melompat-lompat dan ternyata ada tali sling yang menjerat lehernya," ujarnya.
Selaian itu, Widodo menambahkan, di usianya ini, Singa juga terdorong untuk berinteraksi dengan satwa-satwa lainnya. Sehingga, timbul agresivitas di luar kebiasaan normal.
Akibatnya, Michael beraktivitas secara tidak beraturan dan melakukan gerakan-gerakan spontan seperti meloncat. Loncatan Michael sendiri dari hasil simulasi, bisa mencapai dua meter.
Jika Singa ini dibius yang membuatnya tidak sadarkan diri, maka, dari hasil penyelidikannya, tidak ditemukan adanya bius tersebut. Singa ini ditemukan tewas antara pukul 00.00 WIB hingga 01.00 WIB.
"Ketika ditemukan menggantung, Singa ini menjulurkan lidah, kemudian ada rontaan. Di leher Singa ini ditemukan bekas cakaran kukunya sendiri, seolah ingin melepas jeratan tali sling. Kemudian, Singa ini juga mengeluarkan feses.
Jika ada obat bius yang membuat Singa ini menjadi agresif, tentu perlu penyelidikan, apakah obat bius untuk dimasukkan melalui makanan. Kemudian, kandungan darah juga bisa membantu, apakah di dalam tubuh Singa ini ada obat bius atau tidak," katanya.
Anggota Komisi B DPRD Surabaya, Ivy Juana masih curiga atas kematian Michael. Menurut dia, jika memang Michael tewas dalam keadaan menggantung, seharusnya ada auman yang sangat keras dan itu berlangsung lama.
Anehnya, auman keras ini tidak sampai terdengar ke telinga petugas KBS. Lalu, kalau Michael ini dibuat pingsan dulu di dalam kandang, tentu harus ada orang yang masuk ke kandang tersebut.
"Ini tidak mungkin karena bisa jadi ketika ada orang masuk ke kandang Singa, pasti akan diterkam duluan sebelum melakukan pembiusan. Ini aneh, tapi saya kira ini soal pengamanan. Bagaimana mungkin tidak ada yang dengar ketika mengaum. Penjagaan malamnya ini seperti apa," katanya.
Sementara itu, anggota Komisi B DPRD Surabaya lainnya, Rio Pattiselano mendesak polisi agar segera mengungkap kematian Michael karena dari hasil inspeksi mendadak (sidak) ke KBS, pihaknya menemukan sejumlah kejanggalan.
Kejanggalan tersebut, lanjut dia, seperti halnya ada dua harimau yang sama sekali tidak terusik dengan kedatangan mereka. Padahal, dari pengakuan dr Liang Kaspe (Salah seorang Direktur PDTS KBS), Michael akan terusik ketika ada orang yang masuk ke sekitar kandang tersebut.
"Dari foto yang kami dapat, posisi Michael ketika tewas itu menghadap ke tempat tidurnya. Padahal, kalau dia melompat, seharusnya membelakangi tempat tidurnya itu," katanya.