Senin 13 Jan 2014 10:31 WIB

Sedimentasi di Laut Jawa Kian Parah

Alan F Koropitan (Batik Merah) saat berbicara dalam diskusi
Foto: ist
Alan F Koropitan (Batik Merah) saat berbicara dalam diskusi "Mengungkap Budaya Luhur Nusantara Menuju Peradaban Maritim Indonesia", Sabtu (11/1), di JakIarta

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengendapan material di Laut Jawa dari waktu ke waktu menunjukkan peningkatan. Selain mengancam ekosistem yang ada, kondisi tersebut juga berdampak terhadap peran Laut Jawa dalam menopang kehidupan masyarakat, terutama mereka yang tinggal di pesisir Pulau Kalimantan, Jawa dan Sumatra.

"Sejak era Bang Ali (Gubernur Ali Sadikin) pencemaran itu terjadi dan terus bertambah hingga kini," ujar Alan F Koropitan, peneliti yang juga Direktur Center for Oceanografi and Marine Technologi Surya University dalam diskusi "Mengungkap Budaya Luhur Nusantara Menuju Peradaban Maritim Indonesia", Sabtu (11/1) kemarin, di Jakarta.

Laut Jawa, sebut Alan, memiliki peran yang sentral. Dengan cakupan area sekitar 450.000 km2, ada 3.000 lebih spesies kehidupan laut di daerah ini. Di bagian barat, Laut Jawa juga memiliki cadangan minyak bumi dan gas alam yang dapat dikesploitasi. Laut Jawa juga merupakan daerah tujuan pariwisata populer. Beberapa taman nasional berada di daerah ini.

"Tapi potensi itu kian terancam hingga kini," jelas Alan.

Sedimentasi di Teluk Jakarta misalnya. Alan mengatakan, sejak era 70-an peningkatannya semakin tinggi. Sampah-sampah plastik juga logam berat terus masuk ke laut.

"Artinya apa, itu barang-barang yang susah terurai. (Limbah) Organik dan limbah padat," jelas dia.

Limbah organik, sebut Alan, memang dapat terurai karena terdapat daya dukung di dalam air. Namun penguraian itu menguras oksigen di dalam air.

"Kalau banjir saja misalnya. Besoknya kita akan lihat banyak ikan yang lemas naik ke permukaan. Itu karena penguraian limbah organik menguras oksigen dalam air," jelas dia.

Pertumbuhan penduduk dan aktivitas di daratan, sebut Alan yang berdampak besar terhadap ekosistem perairan dan pesisir Laut Jawa.

"Belum lagi di pesisir Kalimantan. Pembukaan lahan gambut membuat karbon organik yang ada di dalam tanah akhirnya terbuka dan mengalir ke sungai dan terus ke laut," kata dia.

Untuk itu, prioritas dalam menghadapi perubahan iklim dan pencemaran adalah pembenahan pencemaran di Daerah Aliran Sungai (DAS) yang bermuara di pesisir selatan Kalimantan dan pencegahan perusakan ekosistem pesisir (khususnya Mangrove) di daerah tersebut.

"Peningkatan curah hujan juga dapat meningkatkan beban pencemar yang masuk melalui sungai. Maka yang diperlukan dalam proses advokasi lingkungan secara umum adalah limbah pemukiman, industri dan pertanian di sekitar DAS)," jelas dia.

"Dan yang penting juga adalah penegakan hukum dan transparansi," demikian Alan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement