REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Senior LIPI Bisri Effendy mengatakan, film 'Mereka yang melampaui Waktu' menarik untuk memahami kearifan lokal tentang merokok dan konsep panjang umur. Selain itu, film ini juga mencoba memahami ada apa di balik kampanye antirokok.
"Film ini secara eksplisit melawan kampanye antirokok. Sangat menarik, karena empirik, memaparkan pengalaman nyata dengan memperlihatkan bagaimana para perokok itu tetap gagah dan produktif sampai lanjut usia," kata Bisri di kampus FISIP UIN Jakarta, Jumat (10/1).
Bisri yang berasal dari Jember dan mengaku sebagai warga NU, di kampung halamannya pernah terjadi perdebatan halal-haram rokok. "Orang-orang di tempat saya yang NU bilang kalau NU mengeluarkjan fatwa haram rokok, mereka akan keluar dari NU," katanya.
"Orang-orang itu bukan meremehkan NU, tapi memang sangat tahu bahwa NU tidak akan mungkin mengeluarkan fatwa haram rokok. Mereka tahu Kiai Sahal dan Kiai Said itu perokok berat," ujar Bisri.
Menurut Bisri, permasalahan ini sangat menarik karena sampai para ulama berdebat dengan keras dan intens tentang hukum merokok. Apakah kampanye itu bagian dari kampanye kapitalisme global? Bagaimana ranah agama juga bisa dimasuki propaganda itu?
"Siapa sebenarnya yang membiayai kampanye anti-rokok? Salah satunya adalah Gubernur New York. Rokok itu punya peran subyektif yang bagi tiap orang berbeda, bagi satu orang penting, bagi yang lain tidak, tidak bisa dibuatkan regulasi," ujar Bisri.