Jumat 10 Jan 2014 03:51 WIB

Jemput Paksa Anas Tergantung Kondisi

Johan Budi
Foto: Wihdan Hidayat/Republika
Johan Budi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi akan melakukan upaya paksa terhadap Anas Urbaningrum bila tersangka kasus dugaan korupsi penerimaan hadiah terkait pembangunan pusat olahraga Hambalang dan proyek lainnya itu tidak datang pada Jumat (10/1).

"Kami akan menggunakan upaya sesuai prosedur hukum yang ada di KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) yaitu memaksa terpanggil untuk hadir," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto melalui pesan singkat di Jakarta, Kamis.

Tersangka kasus korupsi Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang dan proyek-proyek lainnya itu rencananya kembali dilakukan pemanggilan pada Jumat (10/1). Anas sudah dua kali tidak memenuhi surat panggilan KPK untuk diperiksa sebagai tersangka, yaitu pada 31 Juli 2013 dan 7 Januari 2014.

"Kami mengharapkan agar siapapun yang dipanggil secara pro justisia akan memenuhinya. Termasuk juga AU (Anas Urbaningrum) yang besok dijadwalkan untuk hadir sesuai pemanggilan KPK," tambah Bambang.

Namun Bambang tidak menjelaskan apakah bila Anas datang ke KPK akan langsung ditahan pada "Jumat Keramat" itu.

Pada Selasa (7/1), pengacara dan loyalis Anas mempersoalkan mengenai kejelasan sangkaan dalam surat perintah penyidikan (sprindik) yaitu mengenai "proyek-proyek lain".

Juru Bicara KPK Johan Budi sebelumnya mengatakan bahwa dalam penjemputan paksa KPK akan dibantu oleh pihak kepolisian yang berasal dari brigade mobil (brimob).

"Penyidik KPK akan datang untuk membawa yang bersangkutan ke KPK, namun jemput paksa ini tergantung apakah si tersangka kooperatif atau tidak. Kalau tidak kooperatif misalnya melakukan perlawanan maka KPK biasanya di 'back-up' oleh pihak kepolisian yaitu dari brimob," ungkap Johan pada Rabu (8/1).

Sebelumnya pernah ada seorang tersangka KPK yang melawan saat dilakukan upaya jemput paksa yaitu mantan Bupati Buol Amran Batalipu dalam kasus suap terkait hak guna usaha perkebunan di Buol, Sulawesi Tengah. Amran menolak memenuhi pemanggilan karena menganggap surat tersebut palsu yang kemudian mendorong KPK untuk memberikan surat kedua yang disertai dengan perintah untuk membawa paksa tersangka.

"Tapi kami yakin AU (Anas Urbaningrum) akan menghadiri panggilan, sebagai warga negara yang baik," ungkap Johan.

Dalam surat dakwaan mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen dalam proyek Hambalang Deddy Kusdinar, Anas disebutkan menerima Rp2,21 miliar dari proyek itu.

KPK saat ini sedang menggali keterangan mengenai sumber pendanaan Kongres Partai Demokrat 2010 yang diduga mengalir dari proyek Hambalang yang merugikan keuangan negara hingga Rp463,66 miliar.

Anas ditetapkan sebagai tersangka pada 22 Februari 2012 berdasarkan pasal 12 huruf a atau huruf b. Kemudian pasal 11 UU no 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU no 20 tahun 2001 tentang penyelenggara negara yang menerima suap atau gratifikasi. Ancaman pidananya berupa penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4-20 tahun dan pidana denda Rp200-Rp1 miliar.

Anas mendapat Rp2,21 miliar untuk membantu pencalonan sebagai ketua umum dalam kongres Partai Demokrat tahun 2010 yang diberikan secara bertahap pada 19 April 2010 hingga 6 Desember 2010.

Uang itu diserahkan kepada Anas digunakan untuk keperluan kongres Partai Demokrat, antara lain membayar hotel dan membeli "Blackberry" beserta kartunya, sewa mobil bagi peserta kongres yang mendukung dirinya, dan juga jamuan dan entertain.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement