Senin 06 Jan 2014 10:11 WIB

Perjuangan Jilbab Anita

Jilbab. Ilustrasi
Foto: .
Jilbab. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Anita Whardani mulai duduk di bangku SMA  tiga tahun lalu. Bungsu dari pasangan Parwoto dan Ni Made Sulastri ini diterima di SMAN 2 Denpasar. Salah satu sekolah terfavorit di Denpasar.

Berdasarkan hasil investigasi dari Tim Advokasi Pembelaan Hak Pelajar Muslim Bali, Anita merupakan siswi lulusan SMP Muhammadiyah 1 Denpasar.

Sejak duduk di bangku SMP, Anita mengenakan jilbab. Sebelum mendaftar, Anita sudah tahu bahwa di SMAN 2 Denpasar akan mengalami kesulitan untuk mengenakan jilbab, informasi tersebut dia dapat dari guru SMP-nya.

Sebenarnya, ia ragu untuk mendaftar ke SMAN 2 Denpasar, namun karena dorongan dan permintaan dari kedua orang tuanya, dia pun mendaftar juga ke sekolah favorit tersebut. Anita memilih untuk menurut. 

Ketika daftar ulang pada bulan Juli 2011, ada seorang petugas dari sekolah yang melihat ijazah SMP Anita mengenakan jilbab. Petugas sekolah lalu memberitahu Anita agar tidak mengenakan jilbabnya saat masuk sekolah nanti. Anita belum mengenal siapa nama dan jabatan petugas tersebut. 

Saat Masa Orientasi Siswa (MOS) selama satu minggu,  Anita tidak mengenakan jilbabnya. Saat kegiatan tersebut, Anita melihat dua orang peserta MOS yang mengenakan jilbab. Juga, terdapat satu orang kakak kelasnya yang mengenakan jilbab. Harapan untuk dapat berjilbab pun kembali muncul pada diri Anita.

Pada tanggal 25 Juli 2011, Anita memulai sekolah perdananya tanpa mengenakan jilbab. Ketika Anita masuk sekolah, sudah tidak ada lagi kakak kelasnya yang memakai jilbab, begitu pula teman seangkatannya.

Sebenarnya, setahun sebelum Anita masuk SMAN 2 Denpasar, ada seorang siswi bernama Ria Putri Lestari (Putri) yang juga sekolah di SMAN 2 Denpasar, angkatan 2007-2010. Putri dapat mengenakan jilbabnya selama bersekolah. Kepala Sekolah I Gusti Gde Raka, B.Sc ketika itu mengizinkannya untuk berjilbab.

Gde Raka menyatakan tidak ada larangan bagi pelajar muslimah menggunakan jilbab. Putri bahkan mendapat fasilitas seragam Muslimah selama Gde Raka menjabat sebagai kepala sekolah SMAN 2 Denpasar.

Di tahun 2008 terjadi pergantian Kepala Sekolah dari Bapak I Gst. Gde. Raka, B.Sc., ke  Drs. Ketut Sunarta, M.Hum. Pergantian kepala sekolah ini sebenarnya tidak mempengaruhi perizinan Putri untuk mengenakan jilbabnya saat bersekolah. Putri tetap mengenakan jilbabnya hingga ia lulus dari SMAN 2 Denpasar.

Seiring waktu berjalan, Ketut Sunarta ternyata membuat kebijakan larangan penggunaan jilbab ketika Kegiatan Belajar Mengajar tetapi kebijakan tersebut tidak tertulis. Juga, tidak ada klausul larangan secara langsung di dalam aturan sekolah (Keputusan Kepala SMA Negeri 2 Denpasar Nomor: 421/959/SMAN.2. tanggal 14 Juni 2012).

Pada April 2012, Anita berkonsultasi dengan guru Bidang Kesiswaan (BK) Dra. Ni Made Mahyuni. Diskusi diawali Anita dengan pertanyaan seputar nilai dan jurusan yang kelak akan diambil untuk program Kelas XI dan kuliah nanti. Setelah itu Anita membuka diskusi tentang perizinan berjilbab di SMAN 2 Denpasar.

Ni Made Mahyuni memberikan pandangannya tentang orang berjilbab. Menurutnya, orang Islam gak mesti berjilbab. Dia buktikan dengan cerita tentang temannya yang dulu kuliah tapi akhirnya setelah menikah baru dipakai.Dia juga mengungkapkan, "ada yang gak baik juga yang berjilbab itu”.

Hanya, melihat keinginan yang kuat dalam diri siswinya itu, Ni Made Mahyuni  menganjurkan Anita agar menemui Kepala Sekolah.  “Mungkin saja kepala sekolah mau mengizinkannya," katanya.

Pada Sabtu, 9 Juni 2012, Anita menemui kepala sekolah. Anita tidak datang sendiri. Ia ditemani oleh bapaknya, Parwoto dan guru BK, Ibu Ni Made Wahyuni.

Pertemuan ini merupakan itikad baik dari Anita dan orang tuanya untuk meminta izin (secara baik-baik) kepada Kepala Sekolah agar Anita diperbolehkan mengenakan jilbab ketika bersekolah.

Ketika itu, Sunarta  menjelaskan tentang peraturan sekolah. Dia mengaku tidak bisa mengubah peraturan tersebut seenaknya karena peraturan itu sudah dibuat dan disepakati secara bersama-sama.

“Peraturan sekolah tidak bisa diganggu oleh pihak luar (pemerintah). Ini sudah menjadi otonomi sekolah,"katanya. Terkait keinginan Anita untuk mengenakan jilbab, Anita disarankan untuk bersekolah di sekolah lain saja jika ingin tetap mengenakan jilbabnya.

Sunarta juga mengatakan tidak melarang namun tidak juga memberi izin Anita untuk berjilbab di sekolah. Anita mejelaskan tentang perintah menutup aurat dalam Agama Islam. Kepala sekolah sempat memuji Anita karena di usianya yang masih muda, Anita sudah memiliki keimanan yang kuat.

Meski begitu, Sunarta menegaskan, tidak ingin murid di SMAN 2 Denpasar tidak seragam karena ada satu yang berjilbab.

Lalu Anita juga menceritakan tentang fakta kakak kelasnya dulu, Ria Putri Lestari yang bisa menggunakan jilbab di sekolah itu. Sunarta malah bilang kalau “Saat itu peraturan sekolah tidak ditegakkan dengan baik”.

Kepala sekolah juga menjelaskan, “Ini kan bukan sekolah Islam, bukan juga Hindu saja,   jadi lebih baik jangan ada yang beda-beda (simbol-simbol agama) seperti itu, biar seragam saja”.

Kecewa dengan keputusan pihak sekolah, Anita pun menangis. Perasaan kesal, sedih dan kecewa tercampur di sana. Ia pun sangat kaget ketika Kepala Sekolah mengatakan bahwa dia (Anita) itu tidak dewasa. Selama dialog ini berlangsung, di luar ruangan ada Bapak Rahmat Bayu (sekretaris/asisten Kepsek) yang sedang menunggu/mengawal Kepsek.

Anita lantas berkonsultasi ke kantor LBH FKKPI. Seorang staf LBH menyarankan agar Anita mengenakan jilbabnya ke sekolah untuk mengetahui respons para guru dan kepala sekolah. Pada 21 November 2012, Anita nekad pergi ke sekolah dengan jilbabnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement