Ahad 05 Jan 2014 20:34 WIB

KPK Bungkam Soal Sprindik Atut Dalam Kasus Alkes Banten

Rep: Bilal Ramadhan/ Red: Nidia Zuraya
Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah seusai menjalani panggilan pemeriksaan ,di gedung KPK, Jakarta, Jumat (27/12).
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah seusai menjalani panggilan pemeriksaan ,di gedung KPK, Jakarta, Jumat (27/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kabarnya surat perintah penyidikan (sprindik) kasus dugaan korupsi dalam pengadaan alat-alat kesehatan di Pemprov Banten 2010-2012 untuk tersangka yang juga Gubernur Banten, ratu Atut Chosiyah telah diterbitkan. Namun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih belum mau bersuara terkait sprindik Atut ini.

"Itu akan diumumkan JBSP (juru bicara KPK, Johan Budi) di awal pekan depan," kata Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto yang dihubungi Ahad (5/1).

Sebelumnya pada 17 Desember 2013 lalu, Ketua KPK Abraham Samad menyatakan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah sebagai tersangka dalam pengembangan kasus suap penanganan sengketa pilkada Kabupaten Lebak di Mahkamah Konstitusi (MK). Atut bersama dengan adik kandungnya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan diduga sebagai tersangka pemberi suap kepada Ketua MK saat itu, Akil Mochtar melalui pengacara Susi Tur Andayani.

Selain kasus tersebut, KPK juga menetapkan Atut sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dalam pengadaan alkes di Pemprov Banten Tahun Anggaran 2010-2012. Akan tetapi KPK masih belum menerbitkan sprindik untuk Atut dalam kasus ini karena masih merumuskan pasal jeratan untuk Atut.

Berdasarkan resume Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Banten atas Belanja Daerah Tahun Anggaran 2012 yang diperoleh ROL, pengadaan alat kesehatan di Dinas kesehatan Pemprov Banten tidak sesuai dengan ketentuan sebesar Rp 30.257.444.000. Hal ini berdasarkan nilai proyek dari pengadaan sarana dan prasarana Rumah Sakit Rujukan Provinsi Banten serta peningkatan pelayanan kesehatan Rumah Sakit dan Laboratorium Daerah sekitar Rp 145 miliar.

Anggaran yang tidak sesuai sekitar Rp 30 miliar ini terdiri dari tiga masalah. Seperti alat kesehatan yang tidak lengkap senilai Rp 5.724.609.000, alat kesehatan yang tidak sesuai dengan spesifikasi pada kontrak dengan nilai total sebesar Rp 6.393.822.000 dan alat kesehatan tidak ada saat pemeriksaan fisik dengan nilai total sebesar Rp 18.139.013.000.

Selain itu BPK juga mencatat adanya kemahalan pengadaan alat kesehatan bio feed back minimal sebesar Rp 1,6 miliar. Adanya kemahalan harga ini dari proyek pengadaan sarana dan penunjang pelayananan sterilisasi ruang operasi, IGD, ICU, Kesehatan Jiwa, Radiologi dan Penyakit Pari di Rumah Sakit Rujukan Provinsi Banten engan nilai proyek sebesar Rp 10.222.444.000.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement