Kamis 02 Jan 2014 16:28 WIB

Napi Teroris Harus Ditempatkan di LP Khusus

Rep: eko widiyatno/ Red: Taufik Rachman
LP Nusakambangan
LP Nusakambangan

REPUBLIKA.CO.ID,CILACAP--Terungkapnya upaya napi kasus teroris Pepi Fernando yang menjadi provokator, di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Batu Nusakambangan, sepertinya perlu mendapat perhatian khusus.

Apalagi, Kepala LP Batu Liberti Sitinjak menyatakan, Pepi tidak hanya berupaya menyebarkan paham radikal di kalangan napi yang lain, namun juga mengajari napi untuk merakit bom.

''Ini memang mengkhawatirkan. Kasus ini membuka mata kita, bahwa napi-napi teroris ini sebenarnya perlu mendapat perhatian lebih, berbeda dengan napi kasus-kasus kriminal lainnya. Tidak hanya dalam hal aspek pengamanan LP, tapi juga agar pembinaan yang diberikan pada mereka bisa menjadi lebih baik,'' jelas Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil  Kementerian Hukum dan HAM Jateng, Hermawan Yunianto, Kamis (2/1).

Dalam pandangannya, para napi kasus terorisme ini seharusnya ditempatkan dalam LP tersendiri, terpisah dari napi-napi kriminal lainnya. Demikiannya juga dalam hal penanganannya, juga tidak bisa hanya diserahkan pada petugas LP. Namun juga harus lintas sektoral, karena kasusnya menyangkut persoalan yang multidimensional.

''Pada napi terorisme ini menjalani hukuman karena menyangkut masalah ideologi. Kalau sudah menyangkut persoalan ideologi, maka penanganannya tidak bisa disamakan dengan napi kasus pidana biasa. Bila ideologinya sudah mendarah-daging, dibutuhkan penanganan multisektor agar mereka bisa mengubah ideologinya,'' jelasnya.

Bila mereka diperlakukan sama dengan napi lain, maka tidak ada jaminan bila telah selesai menjalani masa hukuman, mereka akan mengubah ideologinya. Bahkan bukan tidak mungkin, napi lain yang sebelumnya hanya tersangkut masalah ideologi, akhirnya memiliki ideologi serupa.

Dia menyebutkan, dari enam LP yang ada di Nusakambangan, tidak ada LP khusus yang memiliki sarana dan prasarana memadai untuk menangani napi kasus terorisme ini. Tidak hanya menyangkut faktor pengamanan, tapi juga masalah pembinaan yang seharusnya bersifat lintas sektoral.

Hermawan mengakui, di Nusakambangan memang ada LP Pasir Putih yang menerapkan sistem Super Maximum Security. Namun SOP yang diterapkan di LP tersebut, pada dasarnya tidak berbeda dengan LP lain. ''Hanya pengamanan fisik saja yang maksimum security. Sementara perlengkapan keamanan dan kemampuan SDM-nya, sama dengan yang ada di LP-LP lain,'' jelasnya.

Saat ini, kata Hermawan, di Nusakambangan ada sekitar 50 orang napi kasus terorisme. Penempatan mereka ini, disebar di enam LP yang ada di pulau tersebut, dengan pertimbangan penyebaran napi terorisme ini akan mengurangi potensi situasi buruk yang mungkin ditimbulkan.

Namun penyebaran seperti ini, bukannya tanpa risiko. Seperti yang terjadi dalam kasus Pepi Fernando, saat napi dalam kasus bom buku ditempatkan di LP Besi bersama napi kasus kriminal lainnya, ternyata yang bersangkutan tetap berusaha menyebarkan paham radikal pada napi lainnya.

Bahkan di LP tersebut, dia juga mengajarkan sejumlah napi lainnya untuk merakit bom, bahkan membuat bom kecil. ''Ini benar-benar mengejutkan kita, dan memaksa kita untuk lebih waspada lagi,'' katanya.

Soal bagaimana napi tersebut bisa membuat bom, Hermawan menceritakan, pada dasarnya sipir yang bertugas menjaga keamanan LP, tidak dibekali dengan ilmu mengenai masalah bom. Baik mengenai bahan-bahan apa saja yang bisa digunakan untuk membuat bom, atau alat deteksi bom.

''Dalam kondisi seperti ini, bisa saja pembesuk memasukkan bahan-bahan bom tanpa sepengetahuan petugas keamanan LP, karena petugas sendiri tidak mengenali bahan-bahan tersebut,'' jelasnya.

Dalam kondisi seperti ini, yang bisa dilakukan petugas LP di Nusakambangan adalah meningkatkan kewaspadaan. Terutama yang terkait dengan napi-napi terorisme.

Hermawan menyebutkan, saat ini kondisi LP-LP di Nusakambangan, sebenarnya tidak jauh berbeda dengan LP di luar pulau yang mengalami keterbatasan. Terutama dalam hal sumber daya manusia, kondisi bangunan LP yang kebanyakan merupakan bangunan LP peninggalan masa penjajahan Belanda dan juga juga peralatan keamanan yang dimiliki.

''Contohnya seperti LP Narkotika yang saat ini dihuni sekitar 450 napi. Napi yang cukup besar itu, hanya memiliki 4 orang petugas pengamanan. Itu pun dengan perlengkapan persenjataan yang terbatas,'' katanya. Kondisi seperti ini, menurutnya juga terjadi di LP-LP lain di Nusakambangan, seperti LP Batu, LP Permisan, LP Pasir Putih, LP Besi dan LP Kembangkuning.

Dengan keterbatasan yang dimiliki, dia menyatakan, petugas LP di Nusakambangan tetap berupaya agar penanganan napi teroris yang kini ditahan di LP-LP Nusakambangan, bisa berjalan dengan baik. Dengan demikian, kerjasama dengan lembaga keamanan seperti TNI/Polri, mutlak diperlukan.

''Bahkan dalam pembinaan mental rohani, kita juga menjalin kerjasama dengan MUI Kabupaten Cilacap. Untuk itu, secara periodik pengurus MUI Cilacap, Hasan Makarim. rutin mengunjungi LP Nusakambangan untuk melakukan pembinaan,'' katanya.

Meski demikian dia mengakui, dalam upaya mengubah aspek ideologi para napi terorisme, pihaknya sering mengalami kesulitan. ''Sangat berbeda bila menangani napi kriminal. Dari 100 napi kriminal, mungkin akan bisa ada 90 orang yang bisa kembali menjadi orang baik. Namun untuk napi teroris yang menyangkut masalah ideologi, lebih sulit,'' jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement