Sabtu 28 Dec 2013 22:16 WIB

Dewan Pers: Jurnalis Berpolitik Sebaiknya Cuti

Partai Politik
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Partai Politik

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Anggota Dewan Pers Yosef Adi Prasetyo menyarankan jurnalis yang memutuskan menjadi calon legislatif (caleg) ataupun tim sukses untuk mengundurkan diri sementara waktu ataupun tidak aktif secara permanen dari profesinya.

Saran dari Dewan Pers itu terungkap dalam diskusi akhir tahun yang dilaksanakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Makassar bertema " Ancaman Independensi Media dan Jurnalis Di tahun Politik 2014" di Makassar, Sabtu.

"Saya kira wartawan yang menjadi caleg ataupun sebagai tim sukses tidak akan bisa mengabdikan dirinya memberikan kebenaran untuk masyarakat. Kondisi itu tentu sudah keluar dari tugas dan fungsi awal sebagai jurnalis," katanya.

Dalam kesempatan itu, Dewan Pers juga menyoroti Undang-Undang atau peraturan Pemilu khususnya menyangkut soal iklan kampanye yang dinilai tidak tegas. Akibatnya baik penyelenggara pemilu seperti Bawaslu dan KPU tidak dapat berbuat banyak untuk mengatasinya.

Pada beberapa kesempatan, kata dia, pihaknya telah bertemu dengan pihak terkait seperti Bawaslu, KPU, termasuk dari Komisi Penyiaran Independen (KPI) guna membahas persoalan iklan kampanye di sejumlah media khususnya televisi.

Namun pertemuan tersebut selalu tidak mendapatkan hasil yang diharapkan. Hal itu, kata dia, dikarenakan sistem peraturan pemilu yang memang sejak awal tidak tegas."Sementara untuk menjaga indepensi media juga diharapkan bagi pemilik media membentuk ombudsman yang diisi orang-orang yang kompeten," ujarnya

Ketua KPI Pusat Judhariksawan, juga mengakui sulitnya mengambil sikap tegas karena peraturan yang tidak mendukung. Dalam aturan pemilu, setiap orang ataupun partai, baru dikatakan berkampanye bila sudah melakukan penyampaikan visi, misi, dan program.

Akibatnya bermunculan sejumlah iklan dari politisi namun pihak terkait seperti KPU dan Bawaslu tidak dapat melakukan tindakan atau upaya pencegahan.

Mengenai sejumlah iklan yang dilakukan sejumlah politisi di media televisi seperti ARB atau WIN-HT, dinilai sudah memenuhi kategori kampanye.Pihaknya juga menyakaini jika Kuis Kebanggsaan win-HT bukan iklan sehingga patut ditidak lanjuti.

"Kampanye itu bukan hanya ketika adanya ajakan ayo, mari, inilah. Intinya tidak ada orang yang mau iklan tanpa niat untuk dipilih. Kita sejak awal sudah meminta KPU dan Bawaslu agar menerjemahkan seperti itu namun tidak berani," jelasnya.

Pemerhati Media S.Sinansari Ecip, juga menyampaikan bahwa untuk iklan kampanye yang sering menampilkan gambar kurang etis untuk menjatuhkan lawan politik, sebaiknya pimpinan media juga melakukan penyaringan agar tidak terlalu vulgar.

Ketua Panitia Nurdin Amir, mengatakan pemilihan tema berdasarkan kondisi suhu politik yang sudah mulai memanas jelang Pemilu 2014. Apalagi sejumlah politisi diketahui tidak hanya menggunakan mesin politik partai namun memanfaatkan media massa dalam melakukan pencitraan kepada masyarakat.

Ia menambahkan, kegiatan ini selain menjadi program tahunan AJI juga sebagai media untuk memberikan paradigma yang berbeda terhadap pola pikir dan perilaku media massa yang secara tidak sadar terjerumus dalam kepentingan politik.

Para politisi beranggapan bahwa siapa yang menguasai informasi dialah yang akan menjadi pemenangnya. Politisi yang tak memiliki media pada akhirnya banyak mendekati media dan jurnalis. Bahkan para politisi rela mengucurkan banyak biaya agar bisa terus tampil di media.

Namun celakanya, menurut dia, kepentingan politik praktis ini bergayung sambut dengan adanya media dan jurnalis yang rela menanggalkan independensinya.

Pemusatan kepemilikan media di tangan segelintir pengusaha-politisi berpotensi

mengancam independensi ruang redaksi. Gencarnya upaya menjadikan media sebagai alat kampanye dan propaganda para pemilik media yang sedang sibuk berkampanye menjelang pemilu 2014, akan membuat para jurnalis berada dalam posisi yang dirugikan.

Jurnalis akan mengalami situasi harus melakukan banyak peliputan yang sesungguhnya tidak terkait dengan kepentingan publik, tetapi lebih didominasi kepentingan pemilik media.

Begitu pula dalam proses pengolahan berita di ruang redaksi yang mana besar kemungkinan akan banyak terjadi intervensi agar berita yang disajikan masyarakat ?sesuai? dengan kepentingan politik pemilik media

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement