REPUBLIKA.CO.ID,
BANTEN -- Penahanan Gubernur Banten Ratu Atut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi pengingat para elit politik di Banten untuk kembali ke ruh awal cita-cita pembentukan Provinsi Banten. Kini, tepat 13 tahun Banten berdiri justru seperti angka sial dan menjadi sandikala politik bagi elit penguasa Banten.
Pengamat komunikasi politik Universitas Tirtayasa Banten Iman Mukhroman mengatakan dengan ditahannya Atut di Rutan Pondokan Bambu, menjadi sandikala politik Banten di akhir 2013. Sandikala politik ini tentunya mengingatkan bagi elit politik lokal setempat.
Dikatakannya, di awal cita-cita pembentukan Provinsi Banten para pendiri bersatu padu berjuang, berkoordinasi dan intens berkomunikasi memperjuangkan Provinsi Banten. Sampai akhirnya disetujui menjadi provinsi baru pada 2000. "Setelah Banten resmi menjadi provinsi tersendiri justru ruh awal pembentukan awal propinsi banten itu seolah antara ada tapi tiada. Masing-masing elit lokal asyik dengan kepentingan kelompoknya," ungkap Iman.
Kondisi ini membuat koordinasi dan komunikasi politik di antara mereka cenderung melemah. "Kini tepat 13 tahun Banten berdiri, ibarat angka yang sial dan menjadi sandikala politik bagi penguasa Banten," ungkap Iman. Ia melihat saat ini harus menjadi momentum bagi elemen di Banten, mulai dari tingkat rt/rw sampai dengan kabupaten/kota dan provinsi, untuk tidak lagi berpikir kepentingan kelompoknya.
Semua elemen disarankan tetapi berpikir untuk bisa kembali pada cita-cita awal pembentukan Provinsi Banten, yaitu mewujudkan masyarakat Banten yang sejahtera dan bermartabat. Berpikir kepentingan kelompok hanya akan membuat kekuasaan oligarki baru di Provinsi Banten.
Advertisement