REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengikut Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah tampaknya masih berkuasa. Ini terbukti dengan adanya pembubaran secara sepihak wawancara kru salah satu stasiun televisi swasta nasional terhadap seorang pengamat dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten.
Lewat twitter, Dosen Fakultas Ekonomi Untirta Dahnil Anzar Simanjuntak mengungkapkan perihal mengenai pembubarannya tersebut."Dialog saya di Metro Tv ini tiba-tiba dibubarkan oleh orang tidak dikenal. Dianggap pakai properti pribadi Atut, yakni masjid,"ujarnya lewat akun @dahnilanzar, Rabu (18/12) pagi.
Dia pun mengeluhkan, ketika wawancara dengan pihak Metro Tv tersebut dibubarkan, terdapat pernyataan bernada SARA tentang kesukuannya. "Kamu kan orang Padang, ngerusak Banten aja,"ujarnya menirukan pihak yang membubarkan wawancara tersebut.
Dahnil sadar pernyataan dan tulisannya di media sejak 2006 telah membuat resah dinasti Atut. Hanya, Dahnil mengaku sangat terganggu dengan tudingan bernada SARA yang dituduhkan. Pasalnya, ujar Dahnil, dia merasa sudah seperti warga Banten karena lahir dan besar di Banten.
Dosen ini memang dikenal sering mengkritisi Pemerintahan Ratu Atut Chosiyah. Contohnya, soal tak sebandingnya pendapatan daerah dengan infrastruktur yang ada di Banten. Hasil penelitian Dahnil menunjukkan, keluhan terbesar investor di Banten adalah infrastruktur yang masih buruk. Dari 700 kilometer jalan provinsi di Banten pada 2012, 62% di antaranya dalam kondisi rusak.
Lalu, perizinan masih berbiaya tinggi dan waktu lebih panjang. Contohnya, izin mendirikan usaha, izin limbah, izin kebisingan, dan izin pabrik baru. “Masalah perizinan menambah biaya sekitar 10% dan infrastruktur jalan rusak menambah biaya 15%, ini cukup besar,” ujar Dahnil.
Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (17/12) kemarin. Atut dituduh terlibat korupsi penanganan sengketa Pemilukada Kabupaten Lepak dan kasus korupsi alat kesehatan Banten 2010-2012.