REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konsumsi energi yang terus meningkat harus disambut dengan upaya mengembangkan sumber energi alternatif. Dilihat dari potensinya, Indonesia memiliki beragam calon energi alternatif, seperti nuklir, biothermal, biodiesel dan biofuel.
Dari sisi ketersediaan, jumlahnya tidak banyak dan masih perlu banyak dikembangkan. Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Herman Agustiawan mengatakan, harus ada upaya yang lebih serius untuk mengembangkan energi baru selain minyak dan gas.
Di ASEAN misalnya, tren yang berkembang adalah pemanfaatan nuklir sebagai sumber energi. "Dari sisi peradaban dunia, kalau kita tidak punya nuklir maka akan dilecehkan terus," katanya dalam Pertamina Energy Outlook 2014 di Ritz Carlton, Selasa (17/12).
Namun Herman melihat bahwa di Indonesia hampir semua kebijakan terkait energi macet, termasuk terkait nuklir. Padahal apabila ingin mengambangkan nuklir, sedikitnya dibutuhkan waktu hingga 10 tahun.
Jika tidak dimulai dari sekarang, ujarnya, bisa jadi Indonesia tidak akan pernah punya nuklir sebagai akan punya nuklir sebagai energi alternatif.
Lebih jauh, ia melihat ada empat faktor yang harus diperhatikan dalam membangun ketahanan energi. Pertama, pasokan harus cukup untuk memenuhi kebutuhan energi nasional. Lalu, infrastruktur yang memadai untuk mengakses energi.
"Selanjutnya harga yang bagus dan terakhir masyarakat harus bisa menjangkau menjangkau energi tersebut," katanya.
Herman mengingatkan, energi bukanlah apa yang berada di dalam perut bumi dan di bawah permukaan laut, seperti halnya matahari dan panas bumi.
Namun energi merupakan apa yang ada di permukaan bumi, telah melalui proses pengolahan dan siap digunakan untuk berbagai kebutuhan. Oleh sebab itu, dibutuhkan perencanaan jangka panjang agar potensi yang berada di perut bumi dapat bertransformasi menjadi energi.