REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - Mayoritas penduduk Indonesia muslim karena itu persoalan halal harus menjadi pertimbangan dalam produksi obat. Namun sebagian besar produk di Indonesia masih belum bersertifikat halal.
Hal itu dikemukakan Dosen Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta Prof Dr Nurfina Aznam, Apt saat dihubungi Republika, Ahad (15/12).
''Memang sudah ada pabrik obat yang mensertifikatkan halal produk obatnya, namun jumlahnya tidak sebanding dengan obat yang beredar di Indonesia,'' kata Nurfina Aznam yang juga dosen tetap Fakultas MIPA Jurusan Kimia Universitas Negeri Yogyakarta ini.
Hal ini dikarenakan kesadaran dari produsen obat tentang perlunya sertifikasi halal untuk produk obat masih kurang dan bahkan ada produsen yang tidak peduli bila bahan untuk memproduksi obat ada yang haram.
Seharusnya perlu peran pemerintah memfasilitasi produsen untuk memproduksi obat halal. ''Peraturannya saja sampai sekarang belum ada. Selama ini yang sudah ada peraturannya baru untuk produk makanan dan minuman halal,'' kata Nurfina yang juga pemilik perusahaan jamu An-Nuur ini.
Sejak awal, ia menserfikatkan halal produknya yang berasal dari tanaman obat Indonesia. Sebetulnya, kata dia, untuk mensertifikatkan halal proses dan prosedurnya tidak sulit asal persyaratannya dipenuhi yakni bahan, peralatan, tempat maupun proses produksinya betul-betul halal dan dijamin kebersihannya .
''Saya mensertifikatkan halal produk jamu saya hanya sekitar satu sampai dua bulan.''kata Nurfina yang juga bendahara LPPOM MUI DIY ini.
Menurut dia, persoalan halal harus menjadi pertimbangan dalam produksi obat dan status kehalalan obat mungkin saja dinyatakan untuk para konsumen.
Untuk itu harus ada kesadaran dari masyarakat untuk memilih obat yang halal dan harus ada kesadaran dari produsen dan pemerintah memfasilitasi produsen untuk memproduksi obat halal.
Tentu saja, kata dia menambahkan, obat yang halal harus ada legalitas dari lembaga yang punya kewenangan dan ditunjuk oleh pemerintah untuk melakukan sertifikasi halal yakni LPPOM MUI, ujarnya.
Dia mengatakan obat yang paling potensial mengandung unsur tidak halal misalnya vaksin dan obat yang dimasukkan dalam kapsul.
Karena vaksin untuk proses enzimatisnya bisa berasal dari babi. Sedangkan kapsul, cangkangnya ada yang berasal dari tulang babi.
Namun sekarang untuk proses enzimatis vaksin sudah bisa dari sapi. Demikian pula cangkangnya juga kebanyakan sudah diganti dengan tulang sapi.