REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) telah bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk melakukan proses deradikalisasi terhadap para terpidana kasus terorisme di dalam lembaga pemasyarakatan (Lapas). Salah satu kerja sama itu dengan mendatangkan tiga ulama dari Timur Tengah yang merupakan mantan ekstremis.
"Belum lama ini kita mendatangkan tiga ulama dari Timur Tengah, Yordania dan Arab Saudi. (tiga ulama ini) Mantan tokoh-tokoh jihad dari JI (Jamaah Islamiyah) yang dulu penggerak kekerasan tapi sudah sadar," kata Menkumham, Amir Syamsudin dalam acara silaturahmi di rumah dinasnya, Jalan Denpasar, Jakarta, Ahad (15/12).
Amir menambahkan tiga ulama ini merupakan tamu pemerintah di Indonesia untuk mengunjungi napi kasus terorisme yang ditahan di Lapas Nusakambangan. Pasalnya napi-napi kasus terorisme di Indonesia kurang deapat menerima terhadap ulama-ulama di Indonesia sendiri, maka itu pemerintah mendatangkan ulama yang juga mantan ekstremis dari Timur Tengah.
Minat para napi kasus terorisme di Lapas Nusakambangan terhadap ceramah tiga ulama ini juga cukup tinggi. Ia mencontohkan Abu Bakar Ba'asyir sangat tekun untuk mengikuti ceramah agama yang dilakukan tiga ulama tersebut. Memang ada juga sejumlah napi kasus terorisme yang tidak berminat, namun jumlahnya sangat kecil."Kegiatan ceramah dari tiga ulama ini juga akan dilanjutkan di Lapas Cipinang (Jakarta)," jelasnya.
Selama ini, lanjutnya, Kemenkumham dan BNPT juga telah membangun sebuah fasilitas untuk melakukan program deradikalisasi di Sentul, Bogor, Jawa Barat. Fasilitas ini sudah berdiri dan tinggal menunggu satuan kerja (satker) untuk pelaksanaannya.
Fasilitas ini dapat menampung lebih dari 100 orang tahanan yang akan dilakukan program deradikalisasi. Fasilitas ini, tambahnya, diharapkan dapat mengurai eksklusifitas napi kasus terorisme.
Program ini juga dilakukan di lapas-lapas yang menahan napi kasus terorisme. Saat ditanya mengenai napi-napi terorisme yang masih berkelompok di dalam Lapas Nusakambangan, menurutnya hal itu sudah biasa dilakukan oleh para napi di dalam lapas, tidak hanya napi dari kasus terorisme.
"Saya sih belum pernah mendengar (napi kasus terorisme di Lapas Nusakambangan berkelompok), tapi itu sudah biasa ada kelompok-kelompok di lapas. Kita tetap berusaha untuk mengurai eksklusifitas mereka dengan mendatangkan ustadz dari Timur tengah dengan bekerjasama dengan BNPT. Ini sudah sangat tepat, pencegahan sangat penting daripada langkah-langkah penindakan," tegas Amir.