REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Asosiasi Gula Indonesia (AGI), Kamis (12/12), menggelar seminar tentang arah baru kebijakan pergulaan nasional di Auditorium Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP) Yogyakarta.
Seminar ini diharapkan dapat menelor naskah akademik sebagai usulan untuk menyusun kebijakan pergulaan nasional.
Dijelaskan Direktur Executive Asosiasi Gula Indonesia, Tito Pranolo, seminar ini dihadiri pelaku industri gula baik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun swasta, perguruan tinggi, pemerintah daerah dan pusat, organisasi petani, lembaga Diklat, lembaga riset dari seluruh Indonesia.
"Tema ini sengaja diangkat karena AGI menilai kebijakan gula nasional harus disesuaikan dengan situasi terkini, dinamika pergulaan internasional, dan keinginan masyarakat," kata Tito saat membuka seminar di Yogyakarta, Kamis (12/12).
Industri gula, lanjut Tito, merupakan salah satu dari 32 industri prioritas nasional. Namun hingga kini, swasembada belum tercapai. Saat ini, produksi gula nasional dihasilkan dari 63 pabrik dan dalam 10 tahun terakhir ini produksi berfluktuasi antara 1,6-2,6 juta ton.
"Produksi tertinggi dicapai tahun 2008 sebanyak 2,66 ton. Namun setelah itu mengalami penurunan tahun 2012 sebanyak 2,59 juta ton. Tahun 2013, diprediksikan mencapai 2,39 juta ton," kata Tito.
Dikatakan Tito, berbagai hambatan baik teknis produksi, manajerial maupun strategi bisnis pabrik gula menyebabkan kelayakan ekonomis industri gula belum mampu mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis yang dinamis.
Kondisi ini diperparah lemahnya sinergi antar pemangku kepentingan (stakeholders) industri gula akibat belum adanya kebijakan pergulaan nasional yang terintegrasi.
"Seminar ini diharapkan bisa menelorkan naskah akademik untuk menyusun undang-undang pergulaan nasional. Sehingga Indonesia bisa mewujudkan swasembada gula," kata Tito.