Rabu 11 Dec 2013 15:12 WIB

'Polri Tunda Polwan Berjilbab Melukai Umat Islam'

Rep: Rusdy Nurdiansyah/ Red: Djibril Muhammad
Anggota Polisi Wanita saat mengikuti peragaan pakaian dinas untuk Polwan berjilbab di Lapangan Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Jakarta Pusat (25/11). ( Republika/Yasin Habibi)
Anggota Polisi Wanita saat mengikuti peragaan pakaian dinas untuk Polwan berjilbab di Lapangan Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Jakarta Pusat (25/11). ( Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasionanal Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai Polri telah melanggar HAM jika melarang Polisi Wanita (Polwan) berjilbab. Demikian dikatakan Anggota Komnas HAM, Manajer Nasution saat dihubungi Republika di Jakarta, Rabu (11/12).

"Kami nilai bahwa pelarangan ataupun penundaan keinginan sebagian Polwan berjilbab itu melanggar HAM," kata Manajer.

Komnas HAM, lanjut Manajer, terlebih dahulu mendapat banyak masukan dari berbagai kalangan, termasuk ormas Islam dan ulama terkait penundaan izin pemakaian jilbab bagi Polwan. "Laporan yang kami terima bahwa tindakan Polri tersebut telah melukai umat Islam," katanya menegaskan.

Atas dasar itulah, Komnas HAM telah mengirimkan surat kepada Kapolri Jenderal Sutarman. "Inti suratnya kami menyatakan bahwa penundaan apalagi pelarangan sebagian polwan ingin berjilbab adalah suatu perbuatan yang melanggar HAM," ungkap Manajer.

Kapolri Jenderal Sutarman telah memberikan klarifikasi atas pernyataannya yang mengizinkan Polwan untuk menggenakan jilbab. Namun, pernyataan Kapolri tersebut seakan tidak berlaku dengan keluarnya pernyataan Wakapolri Komjen Pol Oegroseno tentang belum ada aturan yang mengizinkan polwan diperbolehkan berjilbab.

"Komnas HAM akan minta Polri bersikap tegas untuk segera mengizinkan polwan memakai jilbab," katanya menegaskan.

Manajer menjelaskan, dalam perspektif HAM, perdebatan soal penggunaan jilbab sesungguhnya bukanlah hal yang baru. Pertama, berdasarkan fakta historis yakni pada rezim orde baru (1980-an), wanita-wanita Muslim harus rela berkorban untuk bisa berjilbab baik di sekolah, kampus, atau di tempat kerja.

Fenomena ini dibaca secara salah oleh rezim refresif saat itu sebagai indikator kebangkitan politik Islam Indonesia.

"Tapi, semakin diintimidasi, semakin hebat semangat para wanita berjuang dapat memakai jilbab. Sekarang, seiring dengan bertambahnya pemahaman keagamaan dan kesadaran HAM, para wanita muslim megnggunakan jilbab. Hal itu dapat dilihat dari banyaknyai wanita Muslim yang berjilbab, seperti gubernur, walikota, bupati, pegawai negeri, hakim, jaksa, dosen, pengacara, notaris, aktivis NGO atau LSM, bahkan di Komnas HAM sendiri, banyak wanita muslim yang berdinas memakai jilbab," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement