REPUBLIKA.CO.ID, SERANG -- Perburuan rente dan korupsi oleh penguasa dituding penyebab utama kelambatan pembangunan ekonomi di Banten.
"Episentrum masalah di Banten itu sebenarnya adalah korupsi. APBD jadi lahan rente penguasa, yakni eksekutif dan legislatif," kata pengamat ekonomi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Dahnil Anzar, di Serang, Selasa (10/12).
Ia mengatakan, fakta semua proyek APBD Banten dimonopoli dan dikuasai keluarga Gubernur Banten tidak bisa dinafikan. "Fakta tersebut mudah kami buktikan," kata Dahnil saat dimintai tanggapannya terkait unjuk rasa mahasiswa di Banten saat peringatan Hari Antikorupsi 9 Desember.
Praktik kotor penguasa Banten, katanya, membuat provinsi itu masih dalam posisi terpuruk dibandingkan provinsi lain. Berdasarkan data BPS, 62 persen infrastruktur buruk, gizi buruk terbanyak ke-3 dibandingkan provinsi lain, kemudian rata-rata lama sekolah di Banten hanya 6,5 tahun.
Selain itu, pengangguran paling tinggi dibandingkan provinsi lainnya, yakni 9,50 persen dari jumlah angkatan kerja pada Tahun 2013 dan pusat kemiskinan masih tinggi. "Semuanya karena korupsi. Oleh sebab itu, tidak ada yang lebih penting selain melawan korupsi maka semua elemen masyarakat harus terlibat melawan korupsi," kata Dahnil Anzar.
Sebelumnya, ratusan mahasiswa dari berbagai elemen kampus di Banten berunjuk rasa di depan Kantor Gubernur Banten di Serang, Senin (9/12), menuntut penuntasan berbagai kasus dugaan korupsi di Banten.
Unjuk rasa mahasiswa dalam rangka memperingati hari antikorupsi se-dunia, dilakukan dengan longmarch di jalan raya utama Kota Serang menuju Kantor Gubernur Banten Jalan Brigjen Kyai Sjam'un.