Kamis 05 Dec 2013 23:15 WIB

JPY Minta Usut Kekerasan Seksual Oleh Penyair SS

Kekerasan Seksual (ilustrasi)
Foto: STRAITS TIMES
Kekerasan Seksual (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, EKANBARU -- Jaringan Perempuan Yogyakarta (JPY) meminta aparat penegak hukum agar mengusut kasus kekerasan seksual yang dilakukan seorang penyair berinisial SS kepada RW yang telah dilaporkan ke Polda Metro Jaya pada 29 November.

"Kasus ini perlu diproses hukum sebagai efek jera sehingga kasus-kasus yang sama yang belum banyak tersentuh hukum bisa segera diproses secara hukum demi keadilan," kata Naila NK dari JPY dalam surat elektronik kepada Antara di Riau, Kamis (5/12).

Selama ini, masyarakat cenderung beranggapan bahwa pelaku kekerasan seksual adalah manusia biasa yang tak luput dari kekhilafan dan sebaiknya dimaafkan, namun hal itu anggapan yang menyesatkan.

Menurut dia, permikiran tersebut justru telah berdampak pada kasus yang akhirnya tidak diproses secara hukum dan hal itu berarti membiarkan pelaku melakukan kekerasan seksual lagi pada kemudian hari karena tidak ada efek jera. "Oleh karena itu JPY bertekad terus mendorong keluarga SS untuk mendukung penegakan hukum yang sedang diupayakan oleh RW dan pendamping hukumnya sebagai bentuk pertanggungjawaban SS," katanya.

Selama proses hukum berjalan, katanya lagi, RW harus mendapatkan hak-haknya sebagai korban yang harus diberi perlindungan keamanan. Untuk itu, katanya, kejernihan objektivitas mengupas persoalan ini sangat dibutuhkan agar tidak melahirkan sebuah ironi, akibat publik salah kaprah dan justru berupaya membangun pembenaran atas tindakan yang telah dilakukan SS, sementara korban yang seharusnya didukung menjadi terabaikan.

Terkait kasus kekerasan seksual itu, maka JPY meminta SS harus mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum dan berkomitmen memberikan pemenuhan hak anak yang kelak dilahirkan RW. Polri dan aparat penegak hukum harus menuntaskan kasus ini secara adil dan memberikan perlindungan keamanan kepada RW selama proses hukum berjalan dengan memberikan hak rehabilitasi secara psikis, sosial dan hukum.

Ia menambahkan Dewan Pers dan atau Komisi Penyiaran Indonesia wajib menindak tegas jurnalis dan media yang menulis pemberitaan kasus kekerasan seksual yang tidak sesuai dengan kode etik jurnalistik.

JPY terdiri atas belasan Lembaga pemberdayaan perempuan dan anak di Yogyakarta di antaranya Aksara, Asian Women Resource Centre for Culture and Theology (AWRC), CIRCLE Indonesia, dan DIAN Interfidei, Institut Hak Asasi Perempuan (IHAP), dan sejumlah organisasi lainnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement