REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Ratusan aktivis dari berbagai lembaga swadaya masyarakat internasional berunjuk rasa menuntut pembubaran Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang sedang menggelar pertemuan di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, 3-6 Desember 2013.
"Misi kami ingin mengakhiri keberadaan WTO karena apa yang ditawarkan tidak sesuai dengan kepentingan masyarakat kecil," kata Koordinator aksi, Muammar Kaddafi di Denpasar, Selasa (3/12).
LSM tersebut tak hanya berasal dari Indonesia tetapi juga para aktivis dari berbagai negara di antaranya Thailand, Korea Selatan, Bolivia, Jepang, Australia, Amerika Serikat, Bangladesh dan Kanada.
Para demonstran kemudian berjalan kaki dari Lapangan Timur Puputan Margarana, Denpasar, menuju Bajra Sandhi yang masih terletak satu kawasan area publik dan pemerintahan di Renon, Denpasar.
Selain meneriakkan anti-WTO, para demonstran juga mengenakan pakaian khas negara masing-masing serta membentangkan spanduk penolakan Organisasi Perdagangan Dunia itu.
Aksi bersama tersebut mewarnai pembukaan negosiasi WTO kesembilan yang dijadwalkan dibuka Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Selasa pukul 14.00 Wita.
"Kami ingin menyampaikan kepada pemerintah negara lain yang ikut serta dalam WTO. Organisasi itu sangat rentan bagi masyarakat marginal seperti petani, buruh, nelayan, dan masyarakat kecil lainnya," kata Nyoman Mardika, Juru Bicara LSM Manikaya Kauci.
Dia menyatakan bahwa organisasi perdagangan yang dibentuk tahun 1995 itu tidak memiliki fungsi namun hanya melahirkan liberalisasi dan kapitalisme global.
Pembahasan yang buntu disertai perdebatan antara negara maju dan berkembang juga menjadi sorotan para aktivis tersebut karena itu pihaknya minta WTO keluar dari jalur pertanian. "Kami minta WTO keluar dari pertanian," ucapnya.
Hal itu menyangkut peningkatan subsidi yang diminta oleh negara berkembang namun kebanyakan ditolak oleh negara maju sehingga menjadikan "Paket Bali" tidak pernah tuntas.
"'Paket Bali' adalah kesepakatan yang buruk bagi negara berkembang. Kita dipaksa untuk menerima perjanjian yang mengikat dalam perdagangan WTO, tetapi petani tak dizinkan menerima subsidi," katanya.
Ratusan polisi dikerahkan untuk pengamanan aksi unjuk rasa tersebut yang dilakukan gabungan dari Polresta Denpasar dan Polda Bali.