Senin 02 Dec 2013 18:47 WIB

Dikritik Mahasiswa, Ini Tanggapan Jokowi

Rep: Maspril Aries/ Red: Fernan Rahadi
Joko Widodo (Jokowi)
Foto: Yogi Ardhi/Republika
Joko Widodo (Jokowi)

REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG --- Kehadiran Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo di kampus Universitas Sriwijaya (Unsri) Pal embangselain disambut antusias juga mendapat kritik dari mahasiswa saat mantan wali kota Solo itu memberikan ceramah umum di kampus Program Pasca Sarjana Unsri, Senin (2/12).

Saat berdialog dengan mahasiswa, Jokowi mendapatkan kritik dari dua mahasiswa. Mantan Wali kota Solo itu menurut mahasiswa tersebut, tengah menjalankan politik pencitraan menjelang pemilihan presiden ini. Mendengar kritik tersebut, Jokowi tetap santai dan guyon menanggapi kritik tersebut.

“Bapak kok sepertinya tidak mau diatur-atur saat mau berpidato tadi. Apakah ini bagian dari pencitraan Bapak?" kata Andi, salah seorang mahasiswa peserta kuliah umum.

Sebelum berbicara di atas podium Jokowi sempat menggeser sendiri mikrofon dari mimbar yang di depannya tertera lambang Unsri. Apa yang dilakukan Gubernur DKI itu langsung mengundang tawa para mahasiswa.

Kritik lain disampaikan Ahdiansyah yang menyoroti seringnya Jokowi menjadi berita utama di banyak media nasional dan lokal. Mahasiswa dari Fisip Unsri ini khawatir pemberitaan tersebut tidak menyampaikan fakta sebenarnya melainkan sebuah bagian dari skenario membesarkan nama Jokowi.  “Kami ini bingung apakah akan mengikuti opini media atau mengikuti opini publik?” katanya.

Menanggapi kritik dan pertanyaan kritis mahasiswa, Jokowi tertawa dan memberikan jawaban yang konkrit. Menurutnya, dirinya termasuk orang yang tidak suka aturan-aturan yang kaku. “Aturan protokoler itu membatasi ruang gerak untuk lebih dekat dengan rakyat. Saya paling senang kalau bicara itu berdekatan dengan audiens. Hanya itu bukan yang lain (pencitraan),” jawabnya.

Jokowi juga mengungkapkan, kebiasaan yang dilakukannya sudah berlangsung semenjak ketika dirinya masih muda dan belum menjadi Wali kota Solo. Gubernur DKI itu juga merasa bingung ketika orang mengaitkan tindak tanduknya itu sebagai cara untuk menjual diri secara politik. “Itu bukan pencitraan. Saya nggak punya media, saya nggak punya TV,” ujarnya.

Jika ia sering menjadi kabar utama di pemberitaan media massa baik koran, televisi maupun media online, menurutnya hal itu bukan salahnya. Jokwi mengakui pernah merasa risih atas kehadiran media di setiap acara ataupun kegiatan yang dia lakukan. “Kalau terus masuk TV ya salahkan media karena sebenarnya saya juga risih,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement