Senin 02 Dec 2013 16:02 WIB

Ludahi Anak SD, Tukang Becak Terancam Setahun Penjara

Rep: Lilis Handayani/ Red: Fernan Rahadi
Penjara (ilustrasi)
Penjara (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Masta bin Darsam (39) terduduk lemas di kursi pesakitan Pengadilan Negeri (PN) Sumber, Kabupaten Cirebon, Senin (2/12). Meski berusaha tegar, namun sorot mata pria yang sehari-hari menjadi tukang becak itu memancarkan kepasrahan akan nasibnya. Dia sungguh tidak menyangka, hanya gara-gara meludahi seorang bocah kelas empat sekolah dasar (SD), kini dia harus menjadi seorang pesakitan. Sebelumnya, dia pun harus merasakan bilik penjara.

 

Kasus yang menimpa warga Desa Jagapura Kecamatan Gegesik Kabupaten Cirebon itu bermula ketika dia baru saja pulang dari 'mbecak' sekitar 19 September lalu. Kala itu, dia pulang dibonceng oleh anaknya dengan menggunakan sepeda motor. Ketika sampai di sebuah tikungan, ternyata banyak sepeda anak-anak di kiri dan kanan jalan. Akibatnya, sepeda motor anaknya tidak bisa melewati jalan tersebut.

 

Masta kemudian mendorong sepeda milik anak-anak yang sedang bermain di sekitarnya itu. Tujuannya, agar sepeda tidak menghalangi laju motor. Namun ternyata, seorang anak kecil pemilik sepeda, FT (11 tahun), tak terima dan mengeluarkan kata-kata yang kasar dan bernada hinaan. ‘’Dia bilang, kethek (monyet) Masta. Saya gak terima, dihina anak kecil. Saya gini-gini kan orang tua, masa dihina anak kecil,’’ kata Masta.

 

Masta pun menanyakan kepada FT mengenai maksud kata-kata yang menghina tersebut. Tak hanya itu, karena tersulut emosi, dia pun meludahi anak tersebut.

 

Mendapat perlakuan seperti itu, FT ternyata balas meludahi Masta. Setelah itu, FT berlari pulang dan mengadu kepada orang tuanya. Tak terima dengan perbuatan Masta yang meludahi anaknya, orang tua FT mengadukan Masta ke aparat kepolisian, dengan tuduhan perbuatan tidak menyenangkan. Masta pun digelandang aparat dan ditahan.

 

Sebelum ditahan, Masta sebenarnya sudah berusaha menempuh jalan damai. Dia telah meminta maaf kepada orang tua FT. Namun, orang tua FT yang berprofesi sebagai pengusaha makanan itu tetap besikukuh melanjutkan proses hukum terhadap Masta. "(Orang tua FT) jawabnya ‘emang gampang minta maaf’," tutur Masta menirukan ucapan orang yang melaporkannya tersebut.

 

Masta pun mengaku tidak menyangka hanya gara-gara kasus sepele itu, orang tua FT tega melaporkannya ke polisi. Padahal, dia telah kenal lama dengan orang tua FT. Bahkan, rumahnya dan rumah orang tua FT saling berhadapan."Kadiran (mentang-mentang) orang kaya, sombong sama orang miskin," kata Masta.

 

Masta mengatakan, dia memang belum mempunyai rumah sendiri. Selama ini, dia menumpang di rumah mertuanya. Rumah sang mertua pun sudah mau roboh dan sering jadi bahan ejekan orang lain.

 

Dalam sidang perdana yang digelar di PN Sumber, Masta terancam hukuman satu tahun penjara. Namun, majelis hakim yang diketuai Eman Sulaeman SH MH, mengabulkan permohonan penahanan luar bagi Masta. Selain pertimbangan terdakwa bersikap kooperatif, terdakwa juga merupakan tulang punggung keluarga. Dia harus menghidupi istri dan ketiga anaknya.

 

Usai mendengar keputusan hakim, istri Masta, Warseni (37) tak kuasa menahan tangis dan melakukan sujud syukur di depan gedung PN Sumber. Masta bisa terlepas sementara waktu dari jeruji besi.

 

Masta sebenarnya berharap, bisa bebas dari masalah tersebut. Dia ingin kembali bekerja, mengayuh becak demi menghidupi anak dan ketiga istrinya. Selama dia ditahan, kehidupan keluarganya sangat memprihatinkan. Istrinya harus bekerja serabutan demi mencari makan untuk ketiga anak mereka.

 

Pengamat Hukum yang juga Akademisi Unswagati Cirebon, Moh Sigit Gunawan, menyayangkan adanya kasus tersebut. Dia merasa prihatin kasus sepele itu sampai diproses kemeja hijau. ‘’Harusnya tidak perlu berlebihan seperti itu,’’ kata Sigit, saat dihubungi Republika melalui telepon selulernya.

 

Sigit menyatakan, aparat kepolisian semestinya tidak langsung menindaklanjuti laporan dari orang tua si bocah. Dia menilai, aparat kepolisian sebaiknya memperhatikan dampak psikologis dari kasus tersebut. Karenanya, aparat kepolisian sebaiknya menyarankan jalan damai untuk menyelesaikan masalah itu. ‘’Jangan karena yang melaporkan orang kaya, akhirnya langsung ditindaklanjuti,’’ kata Sigit.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement