Kamis 28 Nov 2013 16:20 WIB

Puluhan Koperasi Perikanan Jabar Tak Aktif, Nelayan Dirugikan

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
 Seorang nelayan mengangkat jaring di wilayah pesisir pantai. (ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi
Seorang nelayan mengangkat jaring di wilayah pesisir pantai. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU – Keberadaan koperasi perikanan sangat dibutuhkan oleh nelayan. Namun di Jabar, puluhan koperasi perikanan justru tidak aktif. ‘’Koperasi-koperasi itu bagai hidup segan mati tak mau,’’ ujar Ketua DPD Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Jabar, Ono Surono, Kamis (28/11).

 

Ono menyebutkan, di Jabar sebenarnya ada 62 unit koperasi perikanan. Namun dari jumlah itu, hanya ada 16 unit koperasi yang aktif. Adapun 16 koperasi itu tersebar di Kabupaten Indramayu sebanyak delapan unit, Kabupaten Subang dua unit, Kabupaten Karawang tiga unit, Kabupaten Cirebon satu unit, Pangandaran satu unit dan Batu Karas satu unit.

 

Ono mengungkapkan, akibat ketiadaan koperasi para nelayan dapat terjerat tengkulak karena nelayan membutuhkan bantuan modal, baik untuk melaut maupun untuk kebutuhan keluarga sehari-hari.

Para tengkulak itupun mendapatkan keuntungan yang besar dari nelayan. ‘’Tapi tidak ada sumbangsih yang diberikan tengkulak kepada nelayan,’’ tutur Ono.

Ono mengatakan, tengkulak tidak bisa memberikan perlindungan kepada nelayan. Mayoritas nelayan terbilang miskin dan membutuhkan perlindungan, baik sosial maupun kesehatan, karena itulah koperasi dibutuhkan.

 

Ono mencontohkan, salah satu koperasi perikanan di Kabupaten Indramayu adalah Koperasi Perikanan dan Laut (KPL) Mina Sumitra Karangsong. Koperasi itu, membawahi sekitar 4.000 nelayan, dengan jumlah kapal sebanyak 540 unit, dan mampu mendapatkan produksi ikan senilai Rp 310 miliar per tahun.

Dari jumlah penghasilan itu, sebanyak 0,25 persen di antaranya dialokasikan untuk asuransi kesehatan bagi nelayan dan keluarganya. Bahkan, koperasi tersebut memiliki klinik kesehatan sendiri yang setiap hari melayani nelayan dan keluarganya yang membutuhkan pelayanan kesehatan.

Selain asuransi kesehatan, adapula asuransi kematian. Setiap nelayan yang meninggal, maka keluarganya diberikan santunan sebesar Rp 7,5 juta.  ‘’Itu semua diberikan kepada setiap nelayan yang berada di bawah KPL Mina Sumitra ataupun nelayan yang menjual ikannya di TPI Karangsong,’’ kata Ono.

Dengan alasan itu, ia prihatin terhadap sejumlah koperasi yang tidak aktif menjalankan fungsinya sehingga tak memberi manfaat nyata kepada nelayan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement