REPUBLIKA.CO.ID, SAMBAS -- Menjalani kehidupan didaerah transmigrasi bukanlah persoalan yang mudah. Setidaknya hal itulah yang dialami para transmigran di Desa Sebunga, Kecamatan Sajingan Besar, Sambas, Kalimantan Barat.
Di daerah kawasan perbukitan tak subur yang dikelilingi kebun kelapa sawit itu, para transmigran menjalani hidup dengan segala keterbatasan.
Fasilitas jalan menuju perkampungan transmigrasi yang rusak parah dan hanya bisa dilalui dengan kendaraan roda dua membuat daerah itu seakan terisolir dari dunia luar.
Akses listrik pun belum menjangkau wilayah tersebut, alhasil saat malam tiba para warga mengandalkan lampu minyak sebagai penerangan.
"Kadang kami merasa seperti orang buangan," ujar salah seorang warga transmigran asal Jawa Tengah, Bambang Risyanto.
Persoalan air bersih juga menjadi masalah tersendiri bagi para warga transmigran. Saat ini mereka mengandalkan air hujan yang ditampung dan kubangan air untuk minum, memasak, mandi dan mencuci. Tak sedikit warga yang berkeluh kesah karena mengalami gatal-gatal pada kulit akibat mandi dari air kubangan yang bersebelahan dengan lahan kelapa sawit.
Meski hidup ditengah segala keterbatasan, para transmigran itu tetap merajut mimpi untuk memiliki hidup yang lebih baik di lahan transmigrasi. Hal utama yang mereka inginkan adalah memiliki lahan sebagaimana dijanjikan pihak pemerintah saat pertama kali mengikuti program transmigrasi.
Namun saat ini mereka masih harus bersabar karena lahan yang dijanjikan tak kunjung terealisasi.