REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Istri mantan Wali Kota Surabaya Bambang D.H., Dyah Katarina mengaku santai atas keputusan Polda Jatim yang menetapkan suaminya sebagai tersangka kasus gratifikasi jasa pungut senilai Rp 720 juta, karena menyakini suaminya tidak korupsi. "Saya sih santai saja, suamiku kan tidak mencuri atau korupsi," kata Dyah.
Menurut dia, penetapan suaminya menjadi tersangka pada Rabu (27/11) ada nuansa politisnya. Hal ini, kata dia, bisa dilihat dari kebijakan Pemerintah Provinsi Jatim yang juga melakukan jasa pungut (japung) tapi tidak dipersoalkan. "Gubernurnya kok tidak diapa-apakan. Kalau gubernurnya mas Bambang aku yakin akan dipermasalahkan. Artinya mas Bambang memang dicari-cari kesalahannya," katanya.
Selama menjabat sebagai wali kota, lanjut dia, Bambang DH dalam membuat kebijakan selalu minta dikaji payung hukumnya. Jika ragu-ragu diminta konsultasi ke pusat. Ini instruksi mas Bambang kepada stafnya," katanya.
Jika sudah melakukan sesuai aturan tapi tetap disalahkan, lanjut dia, maka yang menjadi pertanyaan mana yang harus dijadikan pedoman. "Saya sih lebih percaya pada mas Bambang karena beliau orangnya lurus. Buktinya dia mau dijadikan kepala daerah karena memang mau menjadikan Surabaya menjadi lebih baik," katanya.
Ia menjelaskan bahwa semua itu merupakan risiko sebuah jabatan. "Kalau boleh memilih, mending jadi orang biasa. Tapi kan tidak bisa seperti itu kalau sudah ditugaskan partai," katanya.
Selain itu, Dyah mengatakan dirinya didaftarkan sebagai caleg juga bukan kehendaknya atau Bambang. "Hal-hal seperti ini yang bikin saya tidak termotivasi untuk masuk legislatif/eksekutif. Niatnya bekerja dengan baik untuk rakyat tapi direseki hal-hal seperti ini," katanya.
Saat ditanya, apakah dari pihak keluarga sendiri khususnya anak-anak terkena dampak atas penetapan status itu, Dyah mengatakan keluarga dan anak-anak tidak terpengaruh. "Insya Allah, anak-anak juga nyantai. Mereka sudah terkondisikan sejak sebelum reformasi," katanya.