Rabu 27 Nov 2013 19:21 WIB

DMI Bahas Masjid Teja Suar

Rep: Lilis Handayani/Rosita Budi Suryaningsih/ Red: Damanhuri Zuhri
Masjid Teja Suar di Cirebon, Jawa Barat.
Foto: Republika/Lilis Sri Handayani
Masjid Teja Suar di Cirebon, Jawa Barat.

REPUBLIKA.CO.ID,

Ada opsi, bisa saja DMI membeli masjid tersebut.

JAKARTA — Dewan Masjid Indonesia (DMI) mulai mengkaji isu mengenai Masjid Teja Suar, Cirebon, Jawa Barat. Masjid ini dikabarkan dijual oleh pemiliknya, H Saelan. Sekjen DMI Imam Addaruquthni mengatakan pihaknya baru membahas masalah ini.

“Kami akan memastikan dulu benarkah masjid tersebut akan dijual?” kata Imam, Selasa (26/11). Menurutnya, sejumlah opsi akan ditempuh agar masjid tidak berpindah tangan. Ini kalau memang tempat ibadah itu benar-benar akan dijual.

Ada kabar perusahaan otomotif sepakat membelinya. Lalu, rencananya akan dialihfungsikan menjadi toko atau dealer. Imam mengatakan, kalau ada perwakilan masyarakat yang akan menangani hal ini, statusnya menjadi kifayah.

Menurutnya, bisa saja DMI membeli Masjid Teja Suar agar tak jatuh ke pihak lain yang akan mengubah status bangunannya. Namun ia menegaskan, pilihan ini harus dikaji lebih dulu. Pilihan itu dilakukan agar masjid tetap berdiri dan berjalan sesuai fungsinya.

Ini akan dilaksanakan ketika permasalahannya benar-benar sudah diketahui dengan jelas. Selain itu, kalau sudah jelas pula, pemilik masjid yang belum mewakafkan bangunan tersebut berniat menjualnya. “Rencana membeli masjid akan dibicarakan dengan pimpinan DMI.”

Imam mengatakan, saat ini Ketua Umum DMI Jusuf Kalla (JK) sedang berada di London, Inggris. Dengan demikian, belum ada putusan final dalam penanganan isu Masjid Teja Suar. Sekembalinya dari London, JK akan diberitahu mengenai hal ini agar segera ada keputusan.

Dengan demikian, kelak ada penyelesaian terbaik bagi umat Islam sekitar Masjid Teja Suar. Selain itu, perlu juga untuk segera bertemu dengan pemilik masjid. Kemudian, berembuk dengan pemilik tentang apa yang sebenarnya terjadi dan bagaimana solusinya.

Imam juga menyayangkan status masjid yang belum diwakafkan oleh pemiliknya. Masalah semacam ini, ia menjelaskan, banyak menimpa masjid sekarang. Terlepas dari status, masjid mestinya tak diperlakukan seperti properti. Bisa dijualbelikan dengan bebas.

Apalagi, masyarakat di sekitar masjid sudah merasa memiliki. Selama ini mereka memanfaatkannya untuk beribadah dan kegiatan keislaman lainnya. Oleh karena itu, ia berharap semua pihak berusaha mempertahankan masjid itu.

Pimpinan Pondok Pesantren Nuurusshiddiiq Cirebon KH Gumelar Ade NMS mengungkapkan, dirinya pernah ditemui orang yang mengaku dekat dengan pemilik Masjid Teja Suar. Ia ditawari untuk membeli masjid tersebut. Kejadian itu berlangsung beberapa bulan lalu.

Orang tersebut, katanya, menawarkan harga jual sebesar Rp 18 miliar. “Tapi saya tak berkenan karena tidak pantas membeli masjid,” ujar Ade dalam pesan singkat, Senin (25/11). Orang itu mengungkapkan alasan penjualan, namun Ade mengaku tak lagi mengingatnya.

Saat ini, ia tak tahu pasti apakah masjid sudah dijual atau belum. Pasalnya, sejak saat itu tidak ada lagi komunikasi dengan orang yang dulu menawarinya untuk membeli masjid tersebut.

Pimpinan Pondok Pesantren Kampung Damai, Cirebon, Abah Noor Zein menyampaikan kabar lain. Menurutnya, Masjid Teja Suar dijual pemiliknya seharga Rp 13 miliar. Ia tak tahu alasan penjualan dan siapa yang membelinya. “Saya menangis, sangat sedih. Masjid kok dijual.”

Salah seorang tokoh di Cirebon, Prof Salim Bajri, mengatakan sudah mendengar informasi mengenai penjualan masjid tersebut. Secara syar’i, menjual masjid sangatlah tidak baik. “Tapi, karena masjid itu milik pribadi, ya saya tidak bisa ngomong apa-apa.”

Ketika ditanyakan apakah umat Islam sebaiknya mengerahkan kekuatan untuk menggagalkan penjualan masjid tersebut, Salim menyatakan tindakan itu tidak baik. Namun, jika umat bersatu untuk membelinya, itu lebih baik. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement