REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Aksi mogok praktik dokter kandungan mendapat tanggapan berbeda di kalangan ibu hamil.
Salah seorang ibu hamil yang sempat hendak memeriksakan kandungannya, Ira, sudah mengetahui jika hari ini ada imbauan itu. Sebab itu, ia tak ke rumah sakit walau sudah jadwalnya untuk periksa rutin kehamilan anak keduanya itu.
"Saya bisa paham apa yang dirasakan para dokter kandungan. Saya harap penyelesaian kasus dokter Dewa Ayu bisa segera diselesaikan," tutur Ira.
Menurut dia, kejadian ini sedikit banyak memengaruhi ketenangan kerja para dokter. Ia sepakat dengan aksi mogok praktik yang dilakukan para dokter.
Menurut dia, ini sudah puncaknya. Bukan hanya masalah dokter Ayu tapi persoalan BPJS dan persoalan kesehatan lainnya. "Buruh saja demonstrasi sebulan sekali, masa dokter sekali saja nggak boleh?" ujarnya.
Ira tetap menjunjung perngorbanan wanita melahirkan yang setara dengan jihad. Baginya, melahirkan normal ataupun sesar, risiko kematian selalu ada. Ia berharap nantinya jumlah ibu dan bayi meninggal saat persalinan bisa dibuat sekecil mungkin.
Ibu hamil lainnya, Dian, menyayangkan demonstrasi yang dilakukan para dokter kandungan. Wanita yang diprediksi akan melahirkan bayi pertamanya akhir Desember mendatang ini tidak bisa membayangkan jika hari ini ada pasien yang membutuh pertolongan dokter yang bersangkutan, tapi dokternya tidak ada. "Itu tentu akan sangat zalim," kata Dian.
Walau aksi ini merupakan aksi solidaritas, warga Cibinong ini menganggap aksi mogok praktik para dokter sebagai tindakan berlebihan. Menurut dia, akan lebih baik jika solidaritas dilakukan dengan cara lain.
Ia mengakui, sebagai orang yang awam tentang dunia medis, sebaiknya ibu hamil dan keluarga mempercayakan segala tindakan dokter setelah berkonsultasi tentunya.
Aksi mogok praktik dokter kandungan hari ini merupakan solidaritas terhadap kasus yang menimpa dokter Dewa Ayu dan dua rekannya, dokter Hendry Simanjuntak dan dokter Hendy Siagian.
Ketiganya divonis 10 bulan penjara oleh Mahkamah Agung atas kelalian menjalankan tugas yang mengakibatkan tewasnya pasien.
Pada 2010 lalu ketiganya menangani persalinan Julia Fransiska Makatey yang harus dilakukan melalui operasi sesar di RS dr Kandau Manado. Pascaoperasi, nyawa Julia tak tertolong.
Keluarga korban mempidanakan kejadian ini ke Pengadilan Negeri Manado. Hakim memutuskan ketiganya bebas murni sebab hasil otopsi membuktikan kematian pasien bukan akibat dokter. Namun jaksa penuntut umum mengajukan banding.