REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Daerah Istimewa Yogyakarta mengimbau Komisi Pemilihan Umum tetap mengutamakan kehati-hatian dalam pencoretan pemilih dari daftar pemilih tetap.
"Meskipun pemilih dalam DPT tidak memiliki nomor induk kependudukan (NIK) tetapi secara faktual ada, tetap harus ditelusuri terus. Tidak serta merta dapat dicoret," kata Ketua Bawaslu Daerah DIY Muhammad Najib di Yogyakarta, Senin (25/11).
Ia menjelaskan hak pilih setiap warga negara tetap harus dilindungi. Upaya menyelamatkan hak pilih, kata dia, lebih utama daripada menyisir ulang pemilih fiktif.
"Menghilangkan hak pilih seseorang risikonya lebih besar, karena cenderung dapat digolongkan sebagai pidana pemilu,"katanya.
Oleh sebab itu, pihaknya terus mendorong KPU untuk terus memaksimalkan koordinasi dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) di kabupaten dan kota dalam penelusuran NIK.
"Kalau orangnya meninggal itu lain persoalan. Atau orangnya ternyata tidak ditemukan, maka memang harus hilang (dari DPT, red.)," katanya.
Ia mengatakan KPU masih memiliki waktu yang longgar dalam penyempurnaan NIK invalid. Terkait dengan hal itu, pihaknya juga akan memaksimalkan kinerja Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) di masing-masing kabupaten dan kota untuk membantu KPU.
"Akan kami kawal sampai tanggal 4 Desember nanti. Kami akan terus mendorong teman-teman panwaslu untuk "memback up" di lapangan agar datanya lebih valid," katanya.