REPUBLIKA.CO.ID,. JAKARTA -- Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Djoko Santoso mengakui telah menjalin komunikasi politik dengan beberapa partai politik terkait rencana pencalonannya sebagai Presiden Republik Indonesia.
"Itu otomatis, kalau berpolitik harus ada komunikasi politik," katanya usai menutup Musyawarah Wilayah Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) Sumatera Utara di Medan, Sabtu.
Menurut Djoko, pihaknya menyadari kondisi belum memiliki parpol yang akan mendukung dan menjadi "perahu politik" dalam mencalonkan diri sebagai capres.
Karena itu, pihaknya intensif melakukan komunikasi politik untuk mendiskusikan konsep dalam pembangunan Indonesia ke depan.
Meski mengakui telah melakukan komunikasi politik, tetapi Ketua Dewan Pembina IPHI Pusat itu belum bersedia menyebutkan parpol yang mengajaknya diskusi tersebut. "Belum bisa disebutkan (parpol yang mengajak berkomunikasi itu)," katanya.
Pria kelahiran Solo pada 8 September 1952 menganggap rencana pencalonan dirinya sebagai Presiden RI tersebut merupakan panggilan "hutang sejarah".
Sebagai generasi penerus bangsa, mantan Panglima TNI tersebut merasa memiliki hutang sejarah yang harus dilunasi terhadap bangsa sebagaimana dilakukan Angkatan 45 dengan merebut kemerdekaan.
"Saya sebagai generus penerus punya hutang sejarah yaitu mewujudkan cita-cita bangsa yang merdeka, berdaulat, bersatu, adil, dan makmur," katanya.
Dalam pencapresan tersebut, Djoko Santoso ingin menawarkan konsep "ASA" yakni Indonesia yang adil, sejahtera, dan aman.
"Itu saya runtut dari trisaktinya Bung Karno dan triloginya Pak Harto," ujarnya.
Konsep keadilan, kesejahteraan, dan keamanan tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
"Jika diperlakukan adil, itu berarti kita disirami kesejahteraan. Jika diperlakukan adil, kita juga disirami rasa aman secara adil," ujar Djoko.