Sabtu 23 Nov 2013 04:12 WIB

Misteri Alfred Riedl

 Alfred Riedl
Foto: Antara/Andika Wahyu
Alfred Riedl

REPUBLIKA.CO.ID,Oleh Fernan Rahadi/Editor Sepakbola ROL

Takdir seperti telah digariskan. Alfred Riedl akhirnya kembali ditunjuk menangani Timnas Indonesia. Pelatih asal Austria itu diplot menggantikan Jacksen F. Tiago yang gagal meloloskan Skuat Garuda ke Piala Asia 2015.

Meskipun belum dikontrak secara resmi, jaminan kepada Riedl sudah diberikan Ketua Badan Tim Nasional (BTN), La Nyalla Mattalitti. Wakil ketua umum PSSI itu bahkan sudah memberikan target berat kepada lelaki berusia 64 tahun itu: menjuarai Piala AFF yang akan digelar di Singapura tahun depan.

Banyak pertanyaan seiring penunjukan Riedl kembali sebagai pelatih kepala timnas senior. Mengapa ia yang ditunjuk? Seperti diketahui, pelatih yang pernah membawa Vietnam menjadi tim yang ditakuti di akhir 90-an itu sudah cukup lama tidak memegang jabatan sebagai pelatih kepala. Jabatan resmi terakhirnya adalah direktur teknis Timnas Laos yang diembannya tahun lalu.

Ia terakhir kali menjadi pelatih kepala sebuah tim adalah saat membesut Indonesia pada kurun waktu 2010-2011 silam. Memang saat itu ia berhasil meraih simpati para suporter karena berhasil membawa timnas ke final Piala AFF 2010 meskipun akhirnya timnya dikandaskan Malaysia.

Cara suporter mengelu-elukan Riedl dan timnas saat itu hampir mirip dengan euforia terkini terhadap Timnas U-19 yang dilatih Indra Sjafrie. Maka tak heran jika banyak suporter yang kecewa berat saat PSSI memutuskan memecat Riedl dan menggantinya dengan pelatih asal Belanda, Wim Rijsbergen pada medio Juli 2011 silam.

Kembali ke pertanyaan sebelumnya. Mengapa Riedl? Jika dilihat dari track record beberapa tahun terakhir, sekiranya nama Jacksen F. Tiago lebih layak dikedepankan ketimbang Riedl. prestasi Jacksen membawa Persipura Jayapura menjuarai kompetisi Indonesia Super League (ISL) dua kali dalam tiga tahun seharusnya menjadi fakta yang tak terbantahkan soal kemampuannya melatih.

Jika timnas gagal di kualifikasi Piala Asia, maka tak pantas jika kesalahan hanya ditimpakan seorang diri kepada pelatih asal Brasil itu, mengingat ia hanya membesut Ahmad Bustomi dkk dalam tiga laga saja. Dua laga di antaranya bahkan harus dilalui tanpa dukungan suporter. Adapun pada laga melawan Arab Saudi, ia hanya menjadi sebagai asisten Rahmad Darmawan.

Jika pun Jacksen dipermasalahkan karena tidak bisa fokus melatih timnas, maka mengapa PSSI tidak menunjuk nama Nil Maizar? Pria asal Payakumbuh itu sudah terbukti bisa membawa timnas tampil bagus meskipun dengan skuat pas-pasan pada pagelaran Piala AFF 2012. Ia juga yang berhasil mengorbitkan beberapa pemain andalan timnas saat ini, Raphael Maitimo dan Muhammad Taufiq. Ia juga membawa Semen Padang menjuarai Indonesian Premier League (IPL) musim 2011/2012.

Sementara apa prestasi Riedl saat dua pelatih itu merajut karier manis? Nol besar. Sebagai direktur teknik di Laos, Riedl gagal membawa timnya berprestasi di ajang Piala AFF 2012. Hanya berhasil menahan imbang Indonesia 2-2, Laos terpuruk sebagai juru kunci Grup B setelah takluk dari Singapura dan Malaysia.

Lalu apa sebenarnya alasan PSSI menunjuk Riedl di luar romantisme masa lalu? Kita memang tidak boleh menganggap remeh prestasi Riedl membawa Irfan Bachdim dan kawan-kawan menembus final Piala AFF 2010. Namun sudah seharusnya PSSI belajar menatap ke depan. Jacksen dan Nil Maizar (kita belum berbicara Indra Sjafrie) adalah dua pelatih muda berprospek cerah. Sedangkan Riedl adalah bagian dari masa lalu.

Jangan lupakan yang terjadi pada Ivan Kolev. Pada 2002, pelatih asal Bulgaria itu membawa Indonesia menembus final Piala Tiger sebelum dikalahkan Thailand lewat adu penalti. Banyak yang menyebut saat itu Kolev hanya kurang beruntung di adu tos-tosan. Tiga tahun kemudian PSSI menunjuknya lagi dengan harapan ia bisa lebih beruntung. Hasilnya, Kolev justru gagal total karena gagal Indonesia lolos dari penyisihan grup Piala Asia yang digelar di kandang sendiri.

Maka jika kini muncul pertanyaan mengapa Riedl kembali ditunjuk sebagai pelatih timnas, hal itu wajar adanya karena PSSI seperti tidak belajar dari kesalahan di masa lalu (Hal yang sama juga sedang dilakukan di level Timnas U-23 saat PSSI kembali menunjuk Rahmad Darmawan yang gagal di SEA Games 2011). Kemudian jika terdapat kecurigaan ada sesuatu di belakang penunjukan tersebut maka itu adalah sebuah keniscayaan.

Kecurigaan? Ya. Banyak yang mengait-ngaitkan Riedl dengan peristiwa di ruang ganti Stadion Bukit Jalil, Malaysia, pada final leg pertama Piala AFF 2010 lalu. Saat itu Bambang Pamungkas dan kawan-kawan di luar dugaan tampil sangat buruk sehingga kalah telak dari tim tuan rumah 0-3. Riedl disebut-sebut sebagai saksi kunci aksi penyuapan yang dilakukan sejumlah pengurus PSSI yang diketuai Nurdin Halid saat itu kepada sejumlah pemain timnas.

Wallahu a'lam bishawab. Kebenaran tentang berita itu memang masih menjadi misteri hingga sekarang. Namun yang menarik adalah adanya fakta bahwa Riedl selalu 'dipakai' oleh rezim kepengurusan PSSI saat ini.  Seperti diketahui, Riedl dipecat hanya dua hari setelah orang-orang Arifin Panigoro resmi menggantikan Nirwan Bakrie cs sebagai pengurus PSSI.

Saat orang-orang Nirwan kemudian mendirikan Komite Penyelamat Sepakbola Indonesia (KPSI) yang diketuai La Nyalla, Riedl bahkan sempat ditunjuk menjadi pelatih timnas tandingan saat itu. Lalu, saat orang-orang tersebut kembali menguasai PSSI lewat ajang Kongres Luar Biasa (KLB) Maret lalu, nama Riedl sudah disebut-sebut bakal menangani Timnas Indonesia. Hal itu akhirnya terwujud pada akhir tahun ini.

Kita tentunya tidak ingin terus-menerus berprasangka buruk dengan meyakini Riedl adalah bagian dari rezim PSSi kepengurusan sekarang. Hanya saja, seandainya timnas senior nantinya juga akan dibesut Riedl dengan cara-cara yang selama ini lumrah dilakukan PSSI, seperti adanya pemain-pemain titipan dan politisasi-politisasi lainnya, maka selama itu pula prestasi tidak akan mampir ke timnas senior kita.

Kini, kita hanya bisa berharap Riedl bisa membuat impresi yang sama saat pertama kali menangani timnas tiga tahun lalu: tegas, tak pandang bulu, disiplin, sedikit bicara, dan banyak bekerja. Kita juga mengharapkan seorang Riedl yang berani menolak intervensi dari pengurus saat ia mencoret Boaz Solossa akibat persoalan indisipliner.

Pertanyaannya kini adalah, apakah Riedl masih orang yang sama seperti tiga tahun lalu? Sebagai suporter tentunya kita semua berharap ia masih memiliki kapasitas yang sama. Timnas senior saat ini membutuhkan kepercayaan diri usai kegagalan total di dua turnamen sebelumnya. PSSI harus membuktikan bahwa pilihan 'politis'-nya tidak salah.

 

*Twitter penulis: @fernanrahadi

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement